Press Release Diskusi Online Red Soldier
JAKARTA -
Senin, 25 Desember 2017 Tim Aksi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Jakarta, Red Soldier, mengadakan diskusi online. Diskusi yang kami angkat
bertemakan “Urgensi Judicial Review
Pasal 284, 285, dan 292 UU KUHP”. Pemantik pada diskusi ini adalah Fattah
Amal Iko Rusmana (Ketua BEM FIS UNJ Tahun 2015) dan dimoderatori oleh Ronaldo
Dwi Prasetyo (Ketua Divisi Pusgerak Red Soldier 2017/2018). Diskusi online yang
berlangsung dari pukul 20.00 sampai 22.00 WIB. Diikuti oleh 256 peserta yang
meliputi mahasiswa UNJ dan mahasiswa luar UNJ.
Diskusi online ini dibuka dengan
sambutan dari Komandan Red Soldier 2017/2018, yaitu Anas Abi Anzah. Pada sambutannya, Anas menyampaikan bahwa isu
LGBT kembali mencuat ke permukaan setelah putusan MK menolak Judicial Review
pasal KUHP yang diajukan yaitu pasal 284 tentang perzinahan, pasal 285 tentang
perkosaan, dan pasal 292 tentang pencabulan. Akan tetapi, putusan MK ini sangat
disayangkan, sebab bila Negara tidak hadir dalam isu ke-LGBT-an maka akan
menambah daftar panjang tindakan persekusi dikalangan masyarakat, memang
perilaku menyimpang dari orang-orang LGBT tidak dapat dibenarkan, karena memang
hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar Negara kita sendiri. Akan
tetapi tindakan persekusi terhadap orang-orang LGBT ini sendiri tidak bisa pula
dibenarkan, dan seharusnya Negara hadir untuk menengahi konflik sosial ini,
salah satu caranya mungkin dengan pembuatan UU yang mengatur isu ke-LGBT-an
itu.
Beberapa
kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) antara lain :
1. Menguji UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kesewenangannya diberikan oleh UUD
1945
3. Memutus pembubaran partai politik
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Menurut iko selaku pemantik, ditemukan
fakta lain dalam beberapa putusan, menurutnya MK dalam kasus ini dinilai tidak konsisten. 3 dari 5 hakim MK yang menolak putusan
tersebut dengan dalih MK tidak dapat membuat norma baru yaitu Suhartoyo, Maria Farida
Indrati, dan I Dewa Gede Palguna pernah membuat norma baru dalam suatu putusan
dalam permasalahan pemilihan kepala daerah, yaitu kepala daerah incumben yang harusnya mengundurkan
diri pada saat akan mencalonkan kembali sebagai kepala daerah, namun diubah
menjadi hanya cuti dari jabatannya untuk mencalonkan kembali sebagai calon
kepala daerah. Pada kasus
ini MK yang seharusnya berposisi sebagai negative legislator, terlihat malah
berposisi sebagai positive legislator dengan memperluas makna suatu pasal dan
bahkan seolah-olah membuat norma baru.
pemantik juga memaparkan bahwasannya MK pernah membuat 25 norma baru
dalam beberapa keputusan. Keputusan ini berlangsung dari zaman Mahfud MD sampai
kepada Arief Hidayat (pimpinan MK sekarang).
Moderator menyimpulkan bahwa urgensi
Judicial Review UU pasal 284, 285, dan 292 KUHP adalah bentuk keresahan
masyarakat akan kurangnya kepastian hukum akan zina, cabul, dan lain
sebagainya. Namun MK dalam keputusannya merasa Judicial Review yang diajukan
sudah bukan ranah mereka, dan lebih menyerahkan kepada DPR dan
pemerintah yang memiliki kewenangan sebagai perancang undang-undang, walaupun
kenyataan menunjukan beberapa data empiris yang bertolak belakang.
Demikian atas hasil (press release) kajian yang dapat kami sampaikan. Hidup Mahasiswa!
Oleh :
Maudiah Khasanah
Jamal
(Staff Pusgerak Red
Soldier FIS UNJ)
Tidak ada komentar: