PRESS RELEASE DISKUSI PUBLIK RED SOLDIER
Jakarta – Jum’at, 16 Maret 2018 Tim Aksi Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Jakarta, Red Soldier, mengadakan diskusi publik yang
bertemakan “Mengulik Maknan Hari Perempuan”. Diskusi publik kali ini dimoderatori
oleh Maslihatun Malihah (Kepala Divisi Pusgerak 2017/2018) dengan pemantik
Retno Agi Persada Kastrat LDK Salim UNJ) dan Yulia Adiningsih (Pimpinan Redaksi
DIDAKTIKA UNJ). Lantai dua gedung Dewi Sartika (IDB II) Universitas Negeri
Jakarta menjadi tempat berlangsungnya diskusi sore hari itu. Acara dibuka oleh
Annisa Ramadhani selaku MC.
Masih
hangat untuk membahas International Woman Day. Dengan mengusung isu kesetaraan
gender yang selalu menjadi problematika setiap perempuan. Pada awalnya seorang
perempuan tidak mendapatkan hak pilih atau mengutarakan pendapatnya.
Laki-lakilah yang mewakili hak pilih akan istri dan anak perempuannya. Baru
pada tahun 1918, perempuan mendapatkan hak pilihnya namun itu hanya perempuan
tertentu di Inggris. Pada tahun 1925 perempuan diberi hak asuh anak.
Di
Indonesia pun terjadi penyuaraan terhadap hak-hak kesetaraan gender, contohnya
Kartini. Perempuan menengah kebawah mendapatkan diskriminasi dan tekanan lebih
banyak daripada perempuan kelas atas. Hal itu diperkuat dengan adanya perayaan
demonstrasi perempuan di New York yang merupakan gerakan dari pekerja atau
buruh perempuan dari pabrik garmen. Gerakan penolakan ini tidak berhenti di
Amerika saja. Pada tahun 1913-191 terjadi gerakan perempuan untuk menolak
Perang Dunia 1 di beberapa negara di Benua Eropa. Dilanjutkan dengan adanya
aksi Bread and Peace oleg perempuan-perempuan di Rusia pada tanggal delapan
maret.
Jika
itu di belahan dunia lan, bagaimana dengan Indonesia? Ternyata jauh sebelum
perempuan di negara lain bergerak, Indonesia sudah mempunyai tokoh-tokoh
keperempuanan. Hal itu ditulis pada buku Jejak Sebuah Jati Diri yang
menceritakan perempuan-perempuan hebat di Kerajaan Demak sejak tahun 1589.
Gerakan perempuan dulu merambah di beberapa aspek kehidupan, seperti sosial,
pendidikan, seni, organisasi, berperang, hingga memimpin pasukan laut atau
Laksamana. Namun saat ini perempuan hanya menjadi pemuas hasrat saja. Masih
saja ada pelecehan terhadap perempuan di tempat kerja maupun diluar. Masih
banyak juga perempuan di belahan dunia yang merasakan ketidakadilan.
Kak
Yuli selaku salah satu pemantik menyampaikan, terjadi salah kaprah dalam
penyampaian pendidkan perihal gender di Indonesia yang telah ditanamkan sejak
dini. Butuh pembenahan persepsi dan pelurusan arti Hari Perempuan sendiri.
Sebagai perempuan saat ini mainkan saja peran kalian seagai perempuan dan pada
tempatnya, tambah Kak Retno sebagai penutup diskusi.
Perempuan bergerak karena
adanya ketidakadilan dan hak-hak mereka yang tidak mereka dapatkan. Perempuan
bergerak juga merupakan suatu gerakan karena masih adanya hal yang harus
diluruskan. Beda jaman, beda penanganan. Jadilah perempuan yang dapat memainkan
peran di tempat mu berada, suarakan apa yang dapat sampaikan, dan jadilah
perempuan yang tangguh sesuai kodrat yang telah diberi. (Maslihatun Malihah – Kepala Divisi Pusgerak Red Soldier)
Tidak ada komentar: