PRESS RELEASE DISKUSI TERBUKA

“KEADAAN EKONOMI BANGSA: RUPIAH LEMAH, UTANG MENCEKIK!”
Pada 13 September, tim aksi Red Soldier FIS UNJ melakukan diskusi yang membahas kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Sebagaimana yang diresahkan oleh masyarakat dan kalangan peneliti  perekonomian Indonesia , pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat memberikan dampak yang berefek “domino”. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya  fluktuasi nilai mata uang rupiah dan banyak  dampak serta masalah yang dapat ditimbulkan jika keadaan seperti ini dibiarkan.
Menurut Muh. Rifaldi Pratamma Putra (Korsu Ekonomi BEM SI), kondisi perekonomian Indonesia dalam keadaan memprihatinkan dan bisa mencapai krisis jika pelemahan rupiah ini tidak segera ditangani dengan tepat  oleh pemerintah. Saat ini, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS merupakan rata-rata  terparah setelah tahun 1998, dan puncaknya terjadi pada tanggal 04 September 2018 yang mencapai Rp 15.029 per Dollar USD. Di masa Orba, rupiah sempat mencapai angka Rp 17.000 namun hal itu dengan cepat dapat diatasi. Perlu diingat, bahwa target APBN tahun 2018, pemerintah menetapkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar USD diambang Rp 13.400, yang sampai saat ini sulit untuk mencapai target tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi kebijakan pemerintah di sektor ekonomi perlu dilakukan.
Adapun penyebab fluktuasi nilai mata uang rupiah, yaitu: kondisi politik, kondisi ekonomi dan bencana Alam. Rupiah terdepresiai disebabkan oleh nilai impor Negara Indonesia yang lebih besar daripada ekspor. Dimana pada Februari 2018, nilai ekspor sebesar 14,1M USD sementara nilai impor sebesar 14,21M USD. Melihat kondisi tersebut, seharusnya pemerintah mengkaji kebijakan impor-ekspor serta mengevaluasi kebijakannya. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa Indonesia memiliki nilai impor yang sangat besar, bahkan Indonesia yang mempunyai bentang laut terluas setelah Hawaii, masih harus mengimpor garam. Hal ini dikarenakan teknologi yang kita miliki masih minim, sehingga belum menyanggupi kebutuhan kapasitas dan kualitas.
Dampak yang ditimbulkan oleh melehmahnya nilai mata uang rupiah cukup  membuat masyarakat resah. Adapun dampaknya adalah:
-Harga barang pokok naik
-Daya saing produk lokal yang lemah terhadap produk asing
-Bunga utang Indonesia  yang semakin besar karena jumlah pembayaran utang tergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Bahkan, tercatat jumlah utang pada Mei 2018 sejumlah 358,6USD atau  5.735T yaitu saat kurs masih diambang Rp 14.000.
Sedangkan menurut Abra Talattov (Peneliti INDEF), terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya pelemahan rupiah saat ini. Menurut Abra, faktor eksternal yang pertama ialah seperti yang sering dikatakan oleh pemerintah bahwa melemahnya nilai rupiah yang terjadi saat ini merupakan dampak dari adanya pemulihan ekonomi oleh Amerika setelah mengalami krisis ekonomimya pada tahun 2009. Hal ini menyebabkan investor-investor di banyak negara termasuk Indonesia berpindah ke Negara Amerika yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga banknya. Kedua, kegiatan ekspor Indonesia yang sebagian besar tertuju ke Cina saat ini berkurang, sementara 3 tahun terakhir kegiatan impor barang terutama barang konsumsi terhadap Cina meningkat secara signifikan. Ketiga, adanya krisis Turki dan Argentina yang berimbas langsung kepada Indonesia.
Adapun faktor internal, yaitu pemerintah periode sekarang, kurang tepat dalam membuat kebijakan  APBN sehingga mengalami defisit dan menyebabkan bertambahnya utang yang sampai saat ini berjumlah 4200T dimana terhitung  dari jangka waktu tahun 1998-2014 kenaikan utang berjumlah 2.600T. Namun, di periode Jokowi-JK, dalam jangka waktu hanya sekitar 4 tahun, kenaikan jumlah utang sebesar 1.600T. Kedua, transaksi perdagangan yang defisit, seperti yang telah dijelaskan oleh Rivaldi bahwa kegiatan impor Indonesia lebih besar dari ekspor, terutama impor bahan-bahan pokok yang menyebabkan kebutuhan terhadap mata uang dollar terus meningkat. Dampak yang sangat terasa oleh kita semua yaitu naiknya harga barang-barang pokok maupun tersier, dan apakah perekonomian bangsa akan menuju krisis? Jawabannya, iya. Jika pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang efektif untuk memecahkan masalah yang perekonomian yang kita alami saat ini.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa?
Sebagai generasi berintelek,  kita dapat selalu mengamati  perekonomian dan membaca informasi-informasi yang valid.
Aktualisasi dengan menulis juga bisa dilakukan oleh kita setelah mendapatkan cukup informasi valid yang kemudian kita bagikan ke teman-teman dan masyarakat.
Membuka mata masyarakat dengan Karya Tulis Ilmiah mengenai perkembangan dan perekonomian Indonesia.
Serta kritik terhadap pemerintah termasuk berdemonstrasi yang solutif, untuk menunjukkan pemerintah bahwa mahasiswa masih teguh pada perannya sebagai Agent of Change, serta masih peduli dengan rakyat, bangsa dan tanah air.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.