Suara Generasi Muda
https://www.goodnewsfromindonesia.id |
Oleh: Aris
Reformasi
merupakan gerakan pemuda untuk menegakan demokrasi yang sesungguhnya di
Indonesia, reformasi bertujuan untuk menjamin kebebasan bersuara untuk rakyat,
namun kebebasan yang ada dalam genggaman saat ini hanya menjadi sebuah jargon
semata, kebebasan yang diperjuangkan dengan susah payah, seharusnya dapat
menjadi jalan untuk ikut serta dalam memperbaiki birokrasi yang ada di
Indonesia, malah tidak digunakan dengan baik. Salah satu buktinya yaitu dengan
catatan golput pemilu langsung setelah reformasi yang semakin meningkat di tiap
periodenya, padahal pemilu langsung termasuk salah satu hasil perjuangan dari
reformasi, dan merupakan kesempatan rakyat untuk memilih pemimpinnya secara
langsung, agar nantinya pemimpin yang terpilih merupakan pemimpin yang
diinginkan rakyat, tetapi pesta lima tahunan ini kurang menarik, karena kenyataannya
hasil pemilu setelah reformasi semakin menurun tingkat partisipasinya, menurut
data dari KPU pada pilpres 2014 angka golput mencapai presentase 29,01 %,
golput tertinggi pada pileg tahun 2009 yaitu 29,10%. Sedangkan pada era Orde
Baru angka golput hanya sebesar 3% sampai 6% saja, mengejutkannya lagi angka
golput tersebut sebagian besar adalah dari suara kalangan muda.
Golput
pada pemuda memang menjadi tanda tanya
tersendiri, karena pemuda yang selama ini digadang
menjadi
bagian dari agent
of change, malah beberapa diantaranya menjadi apatis terhadap
politik di Indonesia. Banyak faktor yang mendorong terjadinya golput seperti, tidak
terdaftar atau tidak memiliki kartu undangan, memilih untuk bekerja, tidak
mengenal calon pemimpinnya, trauma politik. Alasan diatas merupakan
bahan evaluasi bagi KPU dan pemerintah, karena faktor terbesar yang menyebabkan
sikap apatis itu muncul dari pemerintah yang tidak menunjukan kemajuan dengan
adanya pemilu, sehingga mereka lebih memilih acuh terhadap politik, sebagai
seorang pemuda, sosok yang realistis dan memiliki idealisme yang tinggi, mereka
akan melihat calon pemimpin dari berbagai aspek, jika mereka tidak mengenal
calon pemimpinnya dan tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih calon
pemimpin, maka mereka lebih memilih untuk golput, karena selama ini mereka
tidak merasakan perubahan dari adanya pemilu itu sendiri, jadi mereka lebih
memilih bersikap netral dan bersikap seperti biasa, mereka juga memilki jargon”
siapapun presidennya tidak bekerja maka tidak makan”, ini merupakan ungkapan
mereka atas kinerja pemerintah yang kurang progresif dalam menuntaskan masalah
ekonomi, kesejahteraan dan lain-lain, menurut mereka pemilu malah menambah
masalah seperti konflik politik yang berkepanjangan, black campaign yang saling
menghujat, isu SARA yang memecah belah, ini membuat mereka semakin acuh
terhadap dunia politik.
Masalah
diatas muncul karena adanya kesalahan dalam birokrasi, seperti yang terlihat
sekarang pemilu malah menjadi pertarungan partai politik untuk menguasai
pemerintahan, sehingga calon-calon yang nantinya terpilih akan mementingkan partai
politiknya, karena yang bertarung adalah partai politik bukan calon pemimpinnya.
Inilah pentingnya massa kampanye untuk mengenalkan calon pemimpin, dan visi
misi yang realistis, bukan janji-janji palsu yang akan membuat trauma politik,
dan membiarkan pertarungan politik itu dilakukan oleh calonnya agar nantinnya
pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang hebat, bukan partai yang kuat.
Tidak ada komentar: