Suara Generasi Muda

19.59


https://www.goodnewsfromindonesia.id
Oleh: Aris 

Reformasi merupakan gerakan pemuda untuk menegakan demokrasi yang sesungguhnya di Indonesia, reformasi bertujuan untuk menjamin kebebasan bersuara untuk rakyat, namun kebebasan yang ada dalam genggaman saat ini hanya menjadi sebuah jargon semata, kebebasan yang diperjuangkan dengan susah payah, seharusnya dapat menjadi jalan untuk ikut serta dalam memperbaiki birokrasi yang ada di Indonesia, malah tidak digunakan dengan baik. Salah satu buktinya yaitu dengan catatan golput pemilu langsung setelah reformasi yang semakin meningkat di tiap periodenya, padahal pemilu langsung termasuk salah satu hasil perjuangan dari reformasi, dan merupakan kesempatan rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung, agar nantinya pemimpin yang terpilih merupakan pemimpin yang diinginkan rakyat, tetapi pesta lima tahunan ini kurang menarik, karena kenyataannya hasil pemilu setelah reformasi semakin menurun tingkat partisipasinya, menurut data dari KPU pada pilpres 2014 angka golput mencapai presentase 29,01 %, golput tertinggi pada pileg tahun 2009 yaitu 29,10%. Sedangkan pada era Orde Baru angka golput hanya sebesar 3% sampai 6% saja, mengejutkannya lagi angka golput tersebut sebagian besar adalah dari suara kalangan muda.
Golput pada pemuda memang menjadi tanda tanya tersendiri, karena pemuda yang selama ini digadang menjadi bagian dari agent of change, malah beberapa diantaranya menjadi apatis terhadap politik di Indonesia. Banyak faktor yang mendorong terjadinya golput seperti, tidak terdaftar atau tidak memiliki kartu undangan, memilih untuk bekerja, tidak mengenal calon pemimpinnya, trauma politik. Alasan diatas merupakan bahan evaluasi bagi KPU dan pemerintah, karena faktor terbesar yang menyebabkan sikap apatis itu muncul dari pemerintah yang tidak menunjukan kemajuan dengan adanya pemilu, sehingga mereka lebih memilih acuh terhadap politik, sebagai seorang pemuda, sosok yang realistis dan memiliki idealisme yang tinggi, mereka akan melihat calon pemimpin dari berbagai aspek, jika mereka tidak mengenal calon pemimpinnya dan tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih calon pemimpin, maka mereka lebih memilih untuk golput, karena selama ini mereka tidak merasakan perubahan dari adanya pemilu itu sendiri, jadi mereka lebih memilih bersikap netral dan bersikap seperti biasa, mereka juga memilki jargon” siapapun presidennya tidak bekerja maka tidak makan”, ini merupakan ungkapan mereka atas kinerja pemerintah yang kurang progresif dalam menuntaskan masalah ekonomi, kesejahteraan dan lain-lain, menurut mereka pemilu malah menambah masalah seperti konflik politik yang berkepanjangan, black campaign yang saling menghujat, isu SARA yang memecah belah, ini membuat mereka semakin acuh terhadap dunia politik.
Masalah diatas muncul karena adanya kesalahan dalam birokrasi, seperti yang terlihat sekarang pemilu malah menjadi pertarungan partai politik untuk menguasai pemerintahan, sehingga calon-calon yang nantinya terpilih akan mementingkan partai politiknya, karena yang bertarung adalah partai politik bukan calon pemimpinnya. Inilah pentingnya massa kampanye untuk mengenalkan calon pemimpin, dan visi misi yang realistis, bukan janji-janji palsu yang akan membuat trauma politik, dan membiarkan pertarungan politik itu dilakukan oleh calonnya agar nantinnya pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang hebat, bukan partai yang kuat.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.