Dehumanisasi Pendidikan Indonesia
Dehumanisasi
Pendidikan Indonesia
Oleh : Fakhri Furqoni
“Pusgerak Red Soldier
FIS”
Perlu
kita refleksikan kembali bahwa tujuan awal pendidikan di Indonesia digambarkan
oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara, bahwa “Pendidikan adalah
untuk memanusiakan manusia”. Setidaknya, ada pergeseran sangat jauh yang kita
temui di Pendidikan di Indonesia, bahwa tujuan awal Pendidikan di negeri
tercinta kita sudah di reduksi dengan kurikulum – kurikulum yang memaksa kita
untuk hanya menjadi budak “kapitalisme” yang dibutuhkan pasar kedepannya. Atau
dengan kasarnya harus kita sama – sama sadari kurikulum atau institusi
pendidikan mengerucutkan pendidikan hanya sebuah mesin yang melahirkan
ekspetasi ekonomi industri. Secara gamblang kita sering mengatakan bahwa kita
sekolah dan kuliah untuk mendapatkan bekal mencari “uang” dalam membangun masa
depan.
Kita
dapat mengambil beberapa contoh yang merupakan kritik terhadap pendidikan
kapitalis salah satunya ahli Ekonomi Samuel Bowles & Herbert Gintis dari
Amerika Serikat ia berdua mengkritik melalui bukunya yaitu “Schooling in
Capitalist America : Educational Reform and the Contradictions of Economic
Life” (1976), dimana ia mengkritisi sistem pendidikan berjalan dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan kapitalisme. Dengan fokus yang dipersempit menjadi
tujuan ekonomi semata terjadilah matinya pola – pola kritis dalam diri individu
serta memenjarakan kebebasan berpikir yang luas. Seperti juga dituangkan oleh
ahli pendidikan kritis Paulo Freire (1973) bahwa pendidikan hanyalah “budaya
diam”, bahwa pendidikan melahirkan pola pikir yang dikekang oleh struktur –
struktur yang ada dan siswa hanya menuruti apa – apa yang menjadi labirin
kurikulum sekarang.
Di
Indonesia sendiri reduksi – reduksi yang mengerucutkan pendidikan hanyalah
untuk industri sudah terjadi sejak lama, seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam
pidato Hari Pendidikan Nasional 2018. Ia menyinggung soal Revolusi Industri
4.0, bahwa Sumber Daya Manusia di Indonesia disiapkan untuk menghadapi Revolusi
Industri tersebut. Tanpa mengkritisi Revolusi Industri 4.0 untuk siapa dan
siapakah yang diuntungkan, secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa Sumber
Daya Manusia di Indonesia hanya untuk sebatas kepenting industrial saja tanpa
melihat esensi – esensi lainnya. Juga yang disampaikan oleh Muhammad Natsir, Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada Hari Pendidikan Nasional 2017, ia
menjunjung tema “Meningkatkan relevansi pendidikan dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi” Natsir menekankan bahwa esensi pendidikan tinggi di Indonesia untuk
melahirkan lulusan dan penelitian yang mampu bersaing dalam industri dunia
serta bermanfaat bagi kemajuan industri Indonesia. Pemahaman – pemahaman
seperti ini sudah mengakar dalam sistem Pendidikan yang bobrok dengan dalih
retorika pembangunan nasional.
Inilah
rangkaian – rangkaian dehumanisasi pendidikan di Indonesia yang hanya mengacu
pada alasan “kapitalis” semata, padahal tujuan pendidikan jauh daripada itu. Bahwa
Pendidikan menjadikan “manusia” menjadi “manusia” bukanlah “manusia” menjadi “budak”.
Pendidik hanya melihat hasil dari pelajaran bukan melihat proses yang mencapai
hasil tersebut. Akibatnya, siswa hanya menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan hasil yang sempurna dimata pendidiknya sehingga menghilangkan
tujuan awal dia belajar pelajaran tersebut. Nalar kritis siswa menjadi
terpojokan dan tidak bisa berkembang kemana – mana begitupun kontruksi –
kontruksi sosial yang dibangun didalamnya menjadi hancur tak bernyawa sehingga
tidak bisa melihat kontradiksi – kontradiksi sosial masalah yang ada di dalam
masyarakat serta menyelesaikan. Kapitalisme dan Industrialisasi menjadi tokoh
antagonis yang menciptakan sistem bobrok seperti ini serta mengkerdilkan
esensial Manusia yang hidup hanya untuk mengikuti alur kaderisasi budak
ekonomi. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas, sebuah sistem Pendidikan yang
berkedok kapitalisme sudah menjadi masalah kultural di Indonesia, walaupun
terdengar utopis tetapi kita harus mampu mengkritik pendidikan – pendidikan
kapitalisme yang terjadi sekarang ini melalui kontra narasi – narasi dari
pendidikan kapitalis yang kita bangun. Sehingga kita bisa membuka mata dunia
terutama Indonesia bahwa pendidikan saat ini melahirkan generasi yang ‘diam’
serta ‘bungkam’. Pendidikan yang perlahan memenjarakan dan jauh dari kebebasan.
Sudah terbit di Geotimes pada 11 Februari 2019: https://geotimes.co.id/opini/dehumanisasi-pendidikan-indonesia/
Tidak ada komentar: