RELA EKSPLOITASI ANAK DEMI KONTEN?

 

Oleh: Depia Febiyola dan Fadylah Annisa

Red Soldier, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

 

Studi Kasus: Rawannya eksploitasi anak pada kidfluencer

Di era digital saat ini, anak-anak sering muncul dalam konten media sosial. Mereka sering disebut sebagai kidfluencer. Kidfluencer berarti anak yang memiliki jumlah pengikut yang banyak. Kidfluencing bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat pada anak. Pada tahun 2021, Influence Marketing Hub menyebutkan bahwa industri influencer akan meningkat sebesar $13,8 miliar. Dengan demikian, industri influence sangat menjanjikan bagi influencer. Namun, kidfluencer juga rentan akan eksploitasi. Seringkali konten kidfluencer tersebut hanya menguntungkan sebelah pihak bahkan malah menghilangkan privasi dari anak.

 

Pada Januari 2023 lalu, Ria Ricis ramai dibicarakan oleh pengguna media sosial karena dianggap telah mengeksploitasi anaknya yang saat itu baru berusia 5 bulan. Ria Ricis dinilai telah melakukan eksploitasi pada anaknya demi pembuatan konten youtube. Ria Ricis beserta suaminya Teuku Ryan membawa anaknya, Moana yang masih berusia 5 bulan untuk naik jet ski tanpa pengaman. Ria ricis tampak memegang kamera sedangkan Teuku Ryan menyetir menggunakan tangan kanan, dengan tangan kirinya yang menggendong Moana tanpa menggunakan pengaman. Pengguna media sosial juga dibuat geram dengan clickbait yang dilakukan Ria Ricis yang menampilkan ia dan suaminya menggunakan pelampung, sedangkan anaknya tidak. Buntut dari ramainya kasus ini, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menghimbau Ria Ricis untuk berhenti mengeksploitasi anaknya dalam pembuatan konten youtube naik jet ski karena dapat menimbulkan kecelakaan pada anaknya yang masih berusia 5 bulan.

 

"Saya kira, apa yang sedang terjadi dan viral, Ibu Ria Ricis, membawa anaknya bersama suaminya, Moana masih berusia lima bulan naik jet ski, ketika saya melihat tayangan ini saja sudah sangat takut. Karena apa? Dimungkinkan akan terjadi kecelakaan,". Kata Arist Merdeka Sirait.

 

"Oleh sebab itu, Ria Ricis jangan mengeksploitasi anaknya sendiri hanya konten. Semua orang tahu bahwa Ria Ricis adalah orang yang berada dalam kondisi YouTube digemari oleh para netizen," lanjutnya.

 

"Kalau ada niatan karena itu hanya untuk meningkatkan konten, itu adalah eksploitasi. Karena anak lima bulan itu adalah anak yang sungguh-sungguh harus mendapat pelayanan yang baik, tumbuh kembang anak yang baik,".

 

Analisis Kasus:

Dalam beberapa tahun belakangan, interaksi banyak orang di media sosial bahkan makin terasa. Apalagi saat pandemi menyerang dan aktivitas lebih banyak dilakukan lewat sambungan internet di rumah.

 

Tak hanya orang dewasa, anak-anak dari generasi Z saat ini pun lahir sangat dekat dengan dunia digital. Para orang tua generasi Z yang juga sudah akrab dengan dunia digital pun, sudah tak sungkan lagi bergenit-genit ria tampil di media sosial. Rasanya, beda antara ranah privat dan ranah publik kian lama kian terasa menipis.

 

Dimulai dari sekadar mencari tahu, berbagi pengalaman, kini banyak dari mereka akhirnya menjadikan internet sebagai lahan penghasilan. Orang tua dengan bebas dan leluasa, membagikan apa saja yang mereka alami atau rasakan lewat media sosial. Termasuk soal anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Sampai akhirnya, muncul istilah sharenting, yang menggabungkan kata sharing dan parenting.

 

Secara sederhana, sharenting mengandung makna tindakan orang tua yang mengunggah aktivitas anak-anak mereka ke jejaring media sosial. Tindakan yang mungkin awalnya demi kesenangan belaka, kini banyak yang digarap serius demi menghasilkan cuan.

 

Sekilas, aktivitas seperti ini terlihat menyenangkan, apalagi sampai bisa mendatangkan uang. Akan tetapi, banyak dari mereka yang tak menyadari ada potensi ancaman dari kegiatan yang mereka lakukan.

 

Padahal, asal mau sedikit cermat, ada batasan-batasan perlindungan yang sudah termaktub dalam undang-undang, untuk menghindari segala potensi buruk dari berinteraksi di dunia maya. Di antaranya terkait dengan hak anak atas keamanan dan perlindungan dari eksploitasi anak.

 

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menyatakan, orang tua mesti memahami peran seperti tertulis dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014.

 

Dalam beleid tersebut tertulis, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.

 

Penjelasan pasal itu tertulis, perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Pendeknya jika orang tua mengunggah dokumentasi dengan subjek buah hati sendiri dan menikmati keuntungan, hal itu bisa saja tergolong dalam kategori eksploitasi.

 

Bagaimana Kategori Eksploitasi Menurut KPPA?

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sendiri mengklasifikasikan eksploitasi anak ke beberapa jenis. Pertama, eksploitasi ke arah kekerasan seksual.

 

Lalu, eksploitasi anak berkaitan dengan keuntungan ekonomi, misalnya foto/video anak balita yang diunggah ke media sosial demi menghasilkan uang. Kemudian, perdagangan anak, sampai konten pornografis yang bisa didapat dari live streaming atau unduhan.

 

Eksploitasi Anak Menurut UU Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

        ·         Pasal 13 Ayat 1 Huruf b

Menyebutkan soal kewajiban orang tua melindungi anak dari eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual. Eksploitasi yang dimaksud termasuk tindakan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.

 

        ·         Pasal 20

Negara, pemerintah, keluarga, masyarakat, dan orang tua wajib melindungi anak.

 

        ·         Pasal 76

Setiap orang dilarang membiarkan, menempatkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau ikut serta melakukan eksploitasi pada anak secara ekonomi dan/atau seksual.

 

        ·         Pasal 88

Sanksi untuk Pasal 76, pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau paling banyak Rp 200 Juta.

 

Catatan Kasus Eksploitasi Anak

Sepanjang 2022, ada 13.359 kasus eksploitasi anak baik secara daring maupun di dunia nyata. Sebanyak, 8.007 kasus kekerasan seksual. Lalu, 169 kasus eksploitasi anak ke arah ekonomi/seksual. Juga ada perdagangan anak 191 kasus.

 

“Unggahan di media sosial menggunakan anak untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara sadar atau tidak sadar merupakan bentuk eksploitasi,” kata Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, kepada Validnews, Jumat (6/1).

 

Sementara UNICEF, jelang Hari Anak Sedunia, 23 Juli 2022 lalu menyampaikan hasil survei yang cukup mengejutkan. Menurut UNICEF, sebanyak 56% anak Indonesia yang menjadi korban eksploitasi seksual dan perlakuan yang salah ataupun pengalaman tidak diinginkan lainnya di dunia maya, tidak melaporkan kejadian tersebut.

 

Lalu, sebanyak 2% dari anak usia 7-17 tahun yang mengakses internet secara aktif, pernah menjadi korban eksploitasi seksual dan perlakuan yang salah di dunia maya.

 

Dampak yang Ditimbulkan Akibat Eksploitasi Anak

Psikolog Klinis dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG) IGAA Noviekayati sepakat dengan anggapan, eksploitasi anak di media sosial bisa memberikan dampak bagi perkembangan psikologi maupun mental anak. Setidaknya, ada dua dampak psikologi yang akan dialami anak akibat eksploitasi. Pertama, membuat anak menjadi agresif. Dampak ini menggambarkan anak akan seperti kecanduan untuk tampil di media sosial. Jika tidak, dia akan memperlihatkan sikap yang agresif dan kerap menyerang orang untuk mendapatkan perhatian masyarakat banyak.

 

Dampak lainnya, yakni defensif. Bila dampak ini muncul, anak akan memperlihatkan sikap seolah-olah trauma dengan media sosial. Sang anak akan cenderung menghindari keramaian dan kerap mengurung diri di tempat tertentu. “Kalau yang defensif ini, bisa mematikan potensi yang dimiliki anak. Sebab, dia akan mengurung dirinya dan menjauh dari lingkungannya,” papar Noviekayati.

 

Dampak sendiri, kata Novie, baru akan terlihat ketika sang anak beranjak dewasa. Karena itu, dia menyarankan, orang tua agar bijak dan mengawasi anak-anak saat menggunakan media sosial atau memanfaatkan fasilitas internet lainnya.

 

REFERENSI

Afiah, Khoniq Nur. “Kids Influencer: Fenomena Prank dan Kekerasan Terhadap Anak.” Mubadalah.id, 24 June 2021, https://mubadalah.id/kids-influencer-fenomena-kekerasan-terhadap-anak/. Accessed 20 July 2023.

Chozanah, Rosiana. “Ketua Komnas Anak: Ria Ricis Jangan Eksploitasi Anak Demi Konten!” Suara.com, 12 January 2023, https://www.suara.com/entertainment/2023/01/12/125958/ketua-komnas-anak-ria-rici s-jangan-eksploitasi-anak-demi-konten. Accessed 22 July 2023.

Gracia, Aurelia. “Ria Ricis Bawa Anak Naik Jetski: Contoh 'Kidfluencers' yang Rawan Eksploitasi.” Magdalene.co, 11 January 2023, https://magdalene.co/story/ria-ricis-dan-fenomena-kidfluencers-rawan-eksploitasi-ana k/. Accessed 20 July 2023.

Halidi, Risna. “Ketua Komnas Anak: Ria Ricis Jangan Eksploitasi Anak Demi Konten!” Suara.com.12 January 2023, https://www.suara.com/entertainment/2023/01/12/125958/ketua-komnas-anak-ria-rici s-jangan-eksploitasi-anak-demi-konten. Accessed 20 July 2023.

Nita, Dian. “Pesan Komnas PA untuk Ria Ricis: Jangan Eksploitasi Anak demi Konten.” KOMPAS.tv. 11 January 2023. https://www.kompas.tv/entertainment/366956/pesan-komnas-pa-untuk-ria-ricis-janga n-eksploitasi-anak-demi-konten. Accessed 20 July 2023.

Wisnu, Leo Susanto. “Hati-hati Eksploitasi Buah Hati di Media Sosial”. Validnews.id, 07 January 2023. https://validnews.id/nasional/hati-hati-eksploitasi-buah-hati-di-media-sosial

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.