Novel Titik Temu

02.22
Judul : Titik Temu
Penulis : Ghyna Amanda
Penerbit : Buku Mojok
Cetakan : I. Desember 2017
Tebal : 275 Halaman

Tujuan pengarang menulis buku ini adalah mencoba mengajak para pembacanya menyelami makna kehidupan secara lebih mendalam, bahwa memang ada keinginan-keinginan yang tidak tergapai, serta menggiring ke dalam keadaan yang kita hindari. Meski demikian, keputusan perlu diambil dan dijalani dengan keteguhan hati.

Novel berjudul “Titik Temu” karya Ghyna Amanda ini bercerita tentang sebuah kisah asmara yang menggetarkan, menyatukan dua manusia yang berbeda kebangsaan dan agama. Katheljin Sophie Kuhlan, seorang gadis berkebangsaan Belanda yang hidup sebatang kara setelah keluarganya meninggalkannya satu persatu. Kematian ibunya yang begitu mengenaskan menjadi luka yang mendalam bagi seorang gadis berumur 17 tahun, setelah sebelumnya ada upaya penculikan dirinya oleh sekelompok orang yang tidak dikenal.

Beruntung seorang lelaki dewasa bernama Andjana Ranggawangsa berhasil menggagalkan upaya penculikan setelah beberapa jam mencari keberadaan gadis itu, walau harus bertaruh nyawa di perbukitan melawan para penjahat yang dipersenjatai dengan bedil-bedil mereka. Lelaki ini adalah orang yang amat dipercaya keluarga Kuhlan, hingga disekolahkan di Utrecht pada jurusan kedokteran. Meskipun bekerja dan mengabdi pada orang Belanda, namun tidak menyurutkan semangat juangnya dalam memperoleh kemerdekaan Negaranya. Ia turut hadir di beberapa peperangan, turun ke jalan, angkat senjata, juga bergerilya bersama pemuda-pemuda lainnya. Baginya, keluarga Kuhlan adalah orang yang baik, yang turut menyesali peperangan.

Keberadaan Sophie semakin terancam di desa kecil di tengah-tengah perkebunan Malabar.  Ia ingin terus bertahan dan menjaga apa yang telah diwariskan oleh leluhurnya kepadanya yang kini seorang diri. Sebuah dam juga beberapa luas tanah dan perkebunan yang diwarisi, yang mana kesemua itu adalah milik perseorangan—keluarga Kuhlan—bukan hasil rampasan dari tanah-tanah penduduk desa. Kakeknya pernah berpesan bahwa dam itu akan sangat berguna bagi penduduk desa di kemudian hari kelak, sebab itu ia perlu menjaganya.

Penduduk desa sangat takut para penjajah akan datang kembali ke desa mereka, mereka takut kemerdekaan yang telah diraih hanya berlangsung sesaat. Sebab itu mereka seperti membenci dan berusaha menyingkirkan gadis itu dari desa mereka. Namun, Sophie tetap bersikeras untuk tetap bertahan, apapun yang akan terjadi.

Beberapa minggu setelah kematian ibunya, Sophie melamar Andjana atas saran dari Ayi, pelayan setia keluarga Kuhlan. Menikah dengan pribumi adalah satu-satunya cara agar ia dapat bertahan di bumi tersebut, pikirnya. Bagaimana mungkin seorang gadis berusia 17 tahun melamar seorang dokter yang 20 tahun lebih tua darinya. Pernikahan berlangsung karena sebuah kesepakatan. Andjana menikahi gadis ini setelah diiming-imingi beberapa luas tanah dan rencana pembangunan klinik prakteknya, sekaligus sebuah perasaan hutang budi karena keluarga Kuhlan telah banyak menolongnya. Andjana tidak benar-benar mencintai Sophie. Ia berjanji tidak akan menyentuh Sophie, lagi-lagi hanya karena sebuah kesepakatan.

Setelah menikah, Sophie masih sering dihantui perasaan sepi dan takut, walaupun keamanannya sudah terjamin setelah menjadi muallaf dan isti seorang pribumi. Sophie tidak benar-benar menjadi seorang pribumi. Andjana sering pergi meninggalkannya ke kota besar, hanya beberapa waktu ia kembali ke desa.

Suatu hari, hujan turun sangat deras dan berlangsung lama. Tanah-tanah diperbukitan longsor, menutup akses jalan satu-satunya ke desa tersebut. Lagi-lagi Sophie tidak memiliki pilihan lain selain mengirimkan telegram, meminta bantuan kepada para tentara-tentara Belanda di kota untuk segera membawakan alat berat dan membuka jalan tersebut. Sebuah kesalahpahaman muncul, peperangan terpicu ketika Sophie ditemukan tidak berdaya di kaki perbukitan dekat desa mereka. Tentara Belanda yang menemukannya, tentu mereka merasa dicurangi.

Siapa sangka gadis pribumi yang selama ini berbaik hati kepada keluarga Kuhlan telah mengatur rencana busuknya sedemikian rupa, ia ingin mencelakakan Sophie. Dendam mendalam atas kematian Ayahnya di tangan dokter tampan tersebut—yang kala itu menjadi ajudan Tuan Henrick Kuhlan—atas tuduhan penggelapan dana pembangunan dam. Ayi mati di tangan Sophie, yang menyelamatkan Andjana dari hunusan pisau pada bagian leher. Sampai pada akhirnya Andjana membawa Sophie pergi ke kota untuk menyelamatkan diri. Peperangan berlangsung beberapa hari, tetua desa menyerah pada tentara. Tanah mereka dikuasai kembali.

Andjana yang semula tidak mencintai gadis itu, kini berubah menjadi seseorang yang paling mencintai Sophie. Mereka telah melupakan kesepakatannya. Cinta tumbuh di antara mereka. Dan memulai kehidupan baru yang lebih menyenangkan lagi menenangkan di kota lain. Alih-alih berbulan madu ke Ibu Kota—Yogyakarta—kereta mereka dihentikan oleh sekelompok tentara Belanda yang tengah mengintai keberadaan kelompok pejuang kemerdekaan. Sophie tertembak setelah seseorang memanfaatkannya menjadi tameng, Andjana menjadi tahanan tentara-tentara itu setelah kedapatan membawa senjata yang ia sembunyikan di dalam tasnya.

Syukurnya Sophie tertolong. Andjana hanya diberi waktu sekian menit untuk menyampaikan kalimat perpisahannya pada Sophie. Andjana berpesan agar Sophie dapat menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak, ia tengah mengandung. Dan sejak saat itu Sophie tidak pernah mendengar kabar tentang lelaki itu lagi.

Banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dari novel ini. Novel ini saya rekomendasikan menjadi bacaan yang sehat untuk teman-teman sekalian. Akan sangat menyenangkan ketika kita dapat berkumpul untuk saling bercerita tentang hal-hal menarik dari novel ini—novel yang dikemas dengan bahasa yang sederhana di setiap adegannya.

Namun, sangat disayangkan pada bagian akhir dari buku ini memunculkan kebingungan bagi pembacanya—saya pribadi—ketika Nyonya Sophie mendapatkan kiriman bunga Mawar dari seseorang yang katanya berjanji akan kembali, setelah lima tahun silam. Mungkinkah itu sosok Andjana yang berhasil menyelamatkan diri dari tentara-tentara Belanda kala itu? Sementara yang kita tahu dari pengakuan gadis yang kini menjadi seorang Ibu di Amsterdam, bahwa sosok Andjana tidak pernah lagi terdengar sejak saat itu. Mungkin saja. Entah.

Adi Rahzalafna.
Divisi Pusgerak Reds/ FIS/ UNJ.

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.