Antonio Gramsci : Negara dan Hegemoni
By : Muhammad Andika
Penulis : Nezar Patria & Andi Arief
Penernit: Pustaka Pelajar (2015)
Akhir-akhir ini disibukan dengan banyak persoalan politik yang membuat
jenuh salah satunya adalah dominasi sebuah kelompok kepada kelompok yang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, negara adalah sebuah realitas politik yang nyaris
kita terima sebagai given.
Kecenderungan ini terjadi karena negara diketahui dan dialami setiap hari
seakan berada diluar kesadaran manusia. Pada tingkat kesadaran individual,
negara baru dirasakan keberadaannya manakala ia berbenturan dengan kekuasaan.
Bahwa ada sebuah realitas kekuasaan di luar dirinya, yang berada pada atmosfer
publik, namun ternyata cukup berpengaruh terhadap kehidupannya sehari-hari.
Dari optik kekuasaan dan legitimasi dalam wacana politik, kenyataan itu kira
sebut sebagai realitas kekuasaan negara dalam masyarakat.
Hegemoni
menurut Gramsci
merujuk pada pengertian tentang situasi-politik, dalam terminologinya disebut
“momen” dimana filsafat dan praktek sosial masyarakat menyatu dalam keadaan
seimbang. Dominasi merupakan konsep dari realitas yang menyebar melalui masyarakat
dalam sebuah lembaga dan manifestasi perorangan. Pengaruh dan “spirit” ini
berbentuk moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik dan semua relasi sosial,
terutama dari intelektual. Hegemoni selalu berhubungan dengan penyusunan
kekuataan negara sebagai klas diktaktor.
Latar belakang politik, gagasan hegemoni tersebut adalah pengalaman gramsci
sendiri. Fokus perhatian Gramsci
pada hal tersebut muncul dari situasi politik ketika ia hidup dan menjadi
pemimpin intelektual dari gerakan massa ploletar di Turin selama perang dunia
pertama dan masa sesudah itu. Gramsci berkeyakinan bahwa prakondisi sosial dan
ekonomi untuk transisi kepada sosialisme sudah ada. Untuk itu negara hanya bisa
dipahami jika klas dominan dianalisa dalam seluruh aspeknya, sebagai kekuataan
(force) ditambah persetujuan (consent), dan jika negara tidak lagi
dilihat sebagai alat kekuataan dari sebuah klas, tapi sebagai semua jenis
kegiatan dalam seluruh jangkauan tempat dimana hubungan produksi sosial mampu
direproduksi.
Hegemoni dalam bahasa yunani kuno disebut “eugomonia”, sebagaimana mana dikemukaan encyclopedia britanianica dalam praktiknya di Yunani,
diterapkan untuk menunjukkan posisi yang diklaim negara-negara kota secara
individual, misalnya yang dilakukan negara kota Athena dan Sparta terhadap negara-negara lainnya yang
sejajar. Dalam pengertian zaman ini, hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan
dari suatu kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang hanya sebuah kota
terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat
terintegrasi dalam negara “pemimpin”. Dalam konteks politik internasional,
misalnya, pada periode perang dingin, pertarungan pengaruh antara negara
adikuasa seperti amerika serikat dan uni soviet, pada masa perang dingin,
biasanya disebut perang untuk menjadi kekuasaan hegemonik di dunia.
Konsep hegemoni Gramsci sebenarnya
dapat dielaborasi melalu penjelasannya tentang basis dari supremasi klas: Supremasi
sebuah kelompok mewujudkan diri dalam dua car, sebagai "dominasi" dan
sebagai “kepemimpinan intelektual dan moral”. Dan di satu pihak, sebuah
kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi untuk “menghancurkan”
atau menundukan mereka, bahkan mungkin dengan menggunakan kekuataan bersenjata
di lain pihak, kelompok sosial memimpin kelompok-kelompok kerabat dan sekutu
mereka. Sebuah kelompok sosial dapat dan bahkan harus menerapkan
“kepemimpinan" sebelum memenangkan kekuasaan pemerintah (kepemimpinan
tersebut merupakan salah satu syarat –syarat utama untuk memenangkan kekuasaan
semacam itu). Kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika dia
mempraktekan kekuasaan, tapi bahkan dia telah memegang kekuasaan penuh
ditangannya, dia masih harus terus “memimpin” juga.
Kutipan itu jelas menunjukkan suatu totalitas yang didukung oleh kesatuan
dua konsep: kepemimpinan (direction)
dan dominasi (dominance). Hubungan
kedua ini menyiratkan tiga hal. Pertama, dominasi dijadikan atas seluruh musuh
dan kepemimpinan dilakukan kepada segenap sekutu-sekutu. Kedua, kepemimpinan
adalah suatu
prakondisi untuk menaklukan aparatus negara, atau dalam pengertian sempit
kekuasaan pemerintah. Ketiga,
sekali kekuasaan negara dapat dicapai, dua aspek supremasi klas ini, baik
pengarahan ataupun dominasi, terus berlanjut. Salam
hegemoni!
Tidak ada komentar: