Press Realese Diskon RUU Cipta Kerja Mengancam Ketenagakerjaan dan Agraria Indonesia

PRESS RELEASE DISKUSI ONLINE 
RUU CIPTA KERJA: MENGANCAM KETENAGAKERJAAN DAN AGRARIA INDONESIA? 
RED SOLDIER FIS UNJ 2020



A. Gambaran Umum

Diskusi Publik adalah salah satu agenda yang diadakan oleh Tim Aksi Red Soldiers Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. Diskusi Publik ini dilaksanakan secara tentatif, sesuai isu atau permasalahan yang dirasa harus diangkat dalam lingkup dalam kampus maupun luar kampus. Tema Diskusi Publik kali ini adalah “RUU Cipta Kerja: Mengancam Ketenagakerjaan Dan Agraria Indonesia?”. Diskusi ini dibuat atas dasar keresahan terhadap hadirnya metode Omnibus Law yang terkhusus pada RUU Cipta kerja yang di dalamnya memiliki dampak multi aspek. Omnibus Law merupakan sebuah metode yang menggabungkan atau menyederhanakan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda menjadi satu peraturan. Dalam penggunaan metode Omnibus Law terdapat beberapa hal yang menjadi sasaran pemerintah yang salah satunya, yaitu RUU Cipta Kerja yang menggabungkan 79 UU yang memuat 15 bab dan 174 pasal dengan 11 klaster. 

Istilah Omnibus Law yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo pada saat pidato pelantikannya bertujuan untuk memperbaiki iklim investasiIndonesia saat ini menjadi lebih ramah dan nyaman serta memotong alur investasi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berdalih untuk meningkatkan investasi Indonesia maka dengan cara memangkas alur atau peraturan-peraturan yang ada. Namun, hal ini tidak sesuai dengan kajian World Economic Forum (WEF), maraknya korupsi merupakan penghambat utama investasi di Indonesia. 

RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang diserahkan oleh pemerintah kepada DPR pada tanggal 12 Februari 2020 menuai banyak kritik dari berbagai kalangan terutama serikat buruh sejak bulan Januari. Permasalahan utama dikarenakan RUU disusun secara tertutup dan tidak melibatkan pihak-pihak terkait selain pengusaha. Naskah akademik serta draf RUU Ciptaker pada saat prosesnya pun tidak dipublikasikan dan baru dipublikasikan setelah penyerahan ke DPR. Selain itu, juga terdapat isu sentralistik kekuasaan yang tertuang dalam Pasal 170 RUU Ciptaker juga membuat konsep di mana pemerintah dapat mengubah ketentuan UU melalui peraturan pemerintah (PP). Isu lingkungan hidup juga menjadi satu hal yang harus dikritisi, dalam hal menghilangkan izin lingkungan dan diganti menjadi izin berusaha apabila izin lingkungan dihilangkan akan membuat semakin sempit akses masyarakat untuk melakukan upaya hukum terhadap keputusan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan hidup.

Tagar Tolak Omnibus Law pun sudah banyak tersebar di media sosial. Hal ini menunjukkan pasti masih banyak hal-hal yang kontroversi dan perlu kita kritisi bersama 
RUU Sapu Jagat ini. Memberikan pemahaman kepada masyarakat sangat diperlukan melalui kajian dan diskusi yang harus terus dilaksanakan, guna membangun kesadaran 
kolektif, membangun kekuatan massa, dan melawan ketidakadilan.

B. Sasaran Peserta Diskusi

Diskusi ini akan diikuti oleh Mahasiswa UNJ terkhusus Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial. Serta mengundang BEM FIS,BEM Prodi se-FIS, BEM Fakultas se-UNJ, BEM UNJ, Tim Aksi se-UNJ, dan kelompok diskusi lainnya.

C. Target dan Arahan Materi

1. Peserta diskusi dapat memahami tentang pandangan serikat buruh terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
2. Peserta diskusi dapat memahami tentang pandangan serikat buruh terhadap RUU Cipta Kerja perihal masa depan buruh dan 
ketenagakerjaan Indonesia
3. Peserta disksui dapat memahami dampak dari metode omnibus law dan RUU Cipta Kerja dalam isu agraria atau lingkungan hidup

D. Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat pelaksanaan diskusi “RUU Cipta Kerja: Mengancam Ketenagakerjaan Dan Agraria Indonesia” ini adalah:
Hari/Tanggal : Jum’at, 20 Maret 2020
Waktu : 20.00 – 22.00 WIB
Tempat : Grup WhatsApp


E. Susunan Acara

18.00-19.30 WIB 30 menit MC memperkenalkan diri dan membuat presensi untuk peserta
MC: Sofyan Hamid
19.30-19.50 WIB 20 menit MC membuka diskusi
19.50-20.00 WIB 10 menit Moderator membuka diskusi
Moderator: Khoirunnisa DS
20.00-21.00 WIB 60 menit Pemateri memberi materi diskusi
21.00-21.55 WIB 55 menit Sesi tanya jawab
21.50-21.52 WIB 2 menit Closing Statement
21.52-22.00 WIB 3 menit Penutupan diskusi oleh MC 
MC : Sofyan Hamid



PAPARAN MATERI DISKUSI 
Kawan-kawan sekalian, atas nama pribadi dan mewakili Dewan Pimpinan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP-GSBI) menyampaikan duka mendalam atas bencana yang menerpa Indonesia yang terpapar Covid-19.

Selanjutnya kami juga menyampaikan salam hangat kepada kawan-kawan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta secara khusus BEM FIS UNJ telah menyelenggarakan diskusi ini dan mengundang saya sebagai pemateri dalam diskusi dengan Tentang Omnibuslaw tema RUU Cipta Kerja Mengancam Ketenagakerjaan dan Isu Agraria Indonesia walaupun dengan media grup whatsapp yang sangat terbatas ini.

Kawan-kawan semua, ijinkan saya memperkenalkan diri organisasi kami sebagai pemateri diskusi kali ini. Perkenalkan saya Sujak Supriyadi dari Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI). Gabungan Serikat Buruh Indonesia atau GSBI adalah organisasi massa buruh berskala nasional yang menghimpun klas buruh dari berbagai sector industry. GSBI didirikan dan dideklarasikan pada tanggal 21 Maret 1999 di Jakarta dengan nama Gabungan Serikat Buruh Independen dan telah terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan Tertanggal 09 Mei 2007 dengan Nomor Bukti Pencatatan : 498/V/P/V/2007. Pada Kongres Nasional ke III di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Tanggal 26 Mei 2015 diputuskan perubahan nama organisasi menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).

GSBI lahir atas kebutuhan klas buruh Indonesia untuk memiliki organisasi massa buruh sejati yang dapat menjadi wadah untuk mempersatukan klas buruh Indonesia, 
menjadi alat perjuangan yang teguh dan tegas serta sebagai sekolah gerakan buruh.Sebagai alat pemersatu, maka GSBI akan menghimpun dan mempersatukan mayoritas klas 
buruh Indonesia dari berbagai cabang produksi atas dasar aspirasi sejati klas buruh.Sebagai alat perjuangan, maka GSBI akan memperjuangkan hak-hak dasar buruh Indonesia di semua segi ekonomi, politik maupun kebudayaan agar dapat mewujudkan PERBAIKAN kesejahteraan kaum buruh. Prinsip perjuangan yang dikembangkan oleh GSBI adalah teguh dalam perjuangan dan menentang segala bentuk kompromi takberprinsif yang merugikan kepentingan dasar klas buruh Indonesia. Sebagai SEKOLAH GERAKAN BURUH, maka GSBI akan menjadikan organisasi sebagai pusat pendidikan dan 
kursus-kursus bagi klas buruh. Tujuannya agar dapat meningkatkan pengetahuan klas

Buruh Indonesia mengenai masalah utama buruh, hak-hak dasar sosial ekonomi dan politik buruh, strategi perjuangannya, dan berbagai ketrampilan dalam menjalankan kerja organisasi harian, diantaranya adalah kerja pendidikan, advokasi, dan kampanye.Berkampanye atas masalah perburuhan dan isu-isu agraria serta menarik dukungan dari elemen masyarakat lainnya terutama pemuda dan mahasiswa serta miskin kota di perkotaan yang hidup berdampingan diperkotaan.

Demikian sambutan saya dari diskusi ini.
Ada hal yang paling penting dalam RUU Cipta Kerja ini, pemangkasan atau debirokrasi perijinan investasi, pembangunan pabrik, hingga PERPANJANGAN bahkan 
pengesahan ijin HGU dan HGB mutlak berada di tingkat Nasional (kementerian), disinilah pengurangan dan hilangnya peranan DPRD, walikota, bupati, bahkan gubernur untuk ijin-ijin dan sebagainya.

Pada tanggal 12 Februari 2020, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dan beberapa menteri lainnya menyerahkan surat presiden (supres) dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law ‘Ciptaker’ serta Naskah akademiknya kepada pimpinan DPR-RI. Rancangan Undang-
Undang Cipta Kerja “Omnibus Law” terdiri dari 11 klaster, (1). Klaster Penyederhanaan Perizinan, (2). Persyaratan Investasi, (3). Ketenagakerjaan, (4). KemudahanPemberdayaan 
dan Perlindungan UMK-M, (5). Kemudahan Berusaha, (6). Dukungan Riset dan Inovasi, (7). Administrasi Pemerintahan, (8). Pengenaan Sanksi, (9). Pengadaan Lahan, (10). Investasi 
dan Proyek Pemerintah serta (11). Kawasan Ekonomi dan Kawasan Industri, yang berisi 15 Bab dengan 174 pasal yang menyeleraskan 1.244 pasal dari 79 Undang-Undang terdampak.

“Omnibus Law” RUU Cipta Kerja, Klaster Ketenagakerjaan sendiri terdiri dari 55 pasal, mulai dari Bab IV, meliputi : (1) Umum, (2) Ketenagakerjaan, (3) Jenis Program Jaminan Sosial, (4) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan (5) Penghargaan Lainnya, yang telah mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru dalam 3 (tiga) Undang-Undang terkait ketenagakerjaan yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK); UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, meliputi : Tenaga Kerja Asing (TKA); Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT); Waktu Kerja dan Waktu Istirahat; Pengupahan; Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); Perlindungan Jaminan Sosial Atas Kehilangan Pekerjaan (Jenis Program Jamninan Sosial); dan Bada Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) norma baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Pada bulan Mei 2019, dalam pertemuannya dengan beberapa pimpinan serikat buruh di Istana Bogor, Presiden Jokowi menyampaikan akan merevisi UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan memastikan akan dilakukan dan ditargetkan selesai hingga akhir tahun 2019.

Pernyataan (isu revisi) ini menjadi “Bola Panas” dikalangan buruh dan sikap buruh pun ramai-ramai menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 ala pemerintah dan pengusaha yang akan dilakukan dalam rangka mendukung peningkatan iklim investasi dan dalam rangka mewujudkan salah satu program nawacita pemerintah yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat ditempuh melalui peningkatan jumlah lapangan kerja seiring dengan upaya peningkatan iklim investasi di Indonesia.

Upaya peningkatan iklim investasi melalui sector ketenagakerjaan penting dilakukan, meskipun indikator ketenagakerjan ini tidak dijadikan penentu peringkat kemudahan berusaha oleh World Bank (WB). Sebagaimana di jelaskan dalam kata pengantar dalam dokumen “Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BadanPemnbinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2018 tepatnya di publikasikan tanggal 12 November 2018.

Belum juga reda gerakan buruh menolak rencana revisi UUK Nomor 13 Tahun 2003, Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2019 dalam pidato pelantikan sebagai Presiden untuk periode keduanya, memperkenalkan “Omnibus Law”. Dalam isi pidatonya, Presiden Jokowi kembali menekankan tentang perhatian pemerintahannya pada regulasi dan birokrasi yang dinilai menghambat investasi dan penciptaan lapangan kerja. Secara eksplisit Presiden Jokowi menyampaikan, bahwa “segala bentuk kendala regulasi harus disederhanakan, harus dipotong dan dipangkas”. Penyederhanaan regulasi yang dimaksdu adalah dengan mebuat UU Cipta Lapangan Kerja (judul awal rancangan) dan UU Pemberdayaan UKMK yang akan menjadi Omnibus Law, yaitu UU yang akan merevisi puluhan UU yang dinilai menghambat investasi, penciptaan lapangan kerja dan 

pengembangan UMKM.

Faktanya satgas yang dibentuk 127 orang, hanyalah mewakili, para pengusaha, akademisi, beberapa kepala daerah, tanpa melibatkan dari buruh (serikat-serikat buruh) secara khusus serikat-serikat buruh level nasional, ataupun anggota tripartit nasional. Hal ini menunjukkan, sejak awal pemerintah telah sengaja, tidak melibatkan buruh.

Yang ditegaskan dalam keputusan menteri coordinator perekonomian RI dalam surat Kepmenko 121 Tahun 2020. Bahwa setelah membaca, mempelajari serta menganalisis isi 
Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yang secara resmi disampaikan oleh pemerintah kepada DPR RI pada 12 Februari 2020 lalu. Serta beberapa dokumen serta pernyataan-pernyataan para penjabad dalam pemerintahan. Gabungan Serikat Buruh Indoensia (GSBI) sebagai Pusat Perjuangan Buruh [vaksentral] dari berbagai macam bentuk organisasi serikat buruh sectoral dan non-sektoral di Indonesia yang berwatak independen, militant, 

patriotic dan demokratik menilai bahwa :


  • Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah produk yang menjamin dan melindungi kepentingan kapitalis monopoli asing, mengakomodir investasi asing masuk ke Indonesia dengan berbagai kemudahan deregulasi, debirokrasi, serta penegakan hukum kepastian dan kemudahan berusaha bagi para kapitalis dan tuan tanah, tetapi merampas hak buruh dan rakyat.
  • Omnibus Law adalah pengingkaran atas Trisakti Bung Karno, Pancasila dan Konstintusi UUD 1945 seperti pada Pasal 28 D “Setiap orang berhak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Pasal 28 H “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”.
  • Omnibus Law bukan hanya sekedar eksploitasi terhadap buruh, tetapi eksploitasi terhadap makhluk hidup dan sumber daya alam (SDA) Indonesia, ancaman bagi pelajar/mahasiswa yang akan masuk kerja serta rakyat Indonesia diseluruh sektor dan golongan.

Untuk itu GSBI menilai bahwa bagi klas buruh, Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya akan membuat posisi buruh semakin rentan dalam mendapatkan perlindungan dan kepastian kerja, waktu kerja, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), upah yang layak untuk kehidupan serta mendpatkan jaminan sosial yang layak. Dan jika membaca World Document Report (WDR) yang dirilis Bank Dunia (WB) tahun 2018 mengenai isu Ketenagakerjaan dalam Laporan Pembangunan Dunia apa yang tertera dalam klaster Ketenagakerjaan dalam Omnibus Law Cipta Kerja sangat sejalan dan sama persis dengan apa yang disarankan oleh lembaga tersebut.


Berikut ini adalah point-point krusial yang GSBI temukan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.

1. Pengupahan (Upah/Gaji)
Dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil (ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam). Ketika upah 
dibayarkan per jam (satuan waktu dan hasil), maka otomatis upah minimum akan hilang, dan akibatnya nanti hanya akan ada buruh harian lepas dan buruh borongan.

Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dihilangkan (di hapus). Yang ada hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Penetapan 
kenaikan UPah Minimum hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi ditiap 
daerah.

Upah Minimum di tetapkan oleh Gubernur, Fungsi dan Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten dihilangkan. Dalam menetapkan upah minimum, Negara bertindak otoriter. Karena dalam RUU Cipta Kerja, Gubernur diancam akan dijatuhi sanksi kalau tidak menetapkan Upah Minimum sesuai dengan undang-undang ini. Ini jelas melanggar 
Konvensi ILO, yang menyebut penentuan upah minimum harus dirundingkan dalam Dewan Pengupahan.

Tidak ada larangan bagi pengusaha membayar upah dibawah ketentuan upah minimum. Upah Minimum semakin tidak lagi memiliki arti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan. Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, jika pengusaha membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bias dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta. Karena tidak ada sanksi pidana, pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh semurah-murahnya. Jadi RUU Cipta Kerja dengan sangat jelas menghilangkan makna Upah Minimum sebagai jarring pengaman “safety net” agar buruh tidak absolut miskin. Maka disini Negara telah lalai dan gagal melindungi buruh dan rakyat kecil.


Struktur skala upah dibuat sepihak oleh pemerintah. Memuat ketentuan upah minimum padat karya. Artinya, aka nada upah di bawah upah minimum. Padahal funsgi upah minimum sendiri merupakan jarring pengaman. Tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum. Buruh yang tidak masuk bekerja, karena sakit, perempuan yang haid, menikah dan menikahkan anak, menjalankan tugas negara, hingga menjalankan tugas serikat pekerja/serikat buruh upahnya tidak dibayar. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, buruh yang tidak masuk kerja karena hal tersebut di atas upahnya tetap dibayar.

Tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha yang terlambat membayar upah 
bias dikenakan denda keterlambatan. Dampaknya, pengusaha akan semena-mena dalam membayar upah kepada buruh.

Jika RUU Cipta Kerja ini disahkan, maka kebijakan upah murah semakin diperkuat dan dilegalkan, sistem pengupahan semakin fleksibel dan buruh akan semakin miskin, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan survei pasar akan hilang. Upah buruh semakin rendah sementara pemerintah menarik subsidi pajak, menaikan harga BBM, 
listrik, BPJS Kesehatan, dll sesukanya.


2. Waktu Kerja
Dalam RUU Cipta Kerja, Pengusaha dapat mengatur waktu kerja dengan fleksibel.Menambah jam waktu kerja Lembur dari maksimal 3 jam per hari menjadi 4 jam per hari (14 jam/Minggu menjadi 18 jam/Minggu).

Hak cuti besar atau istirahat panjang selama 2 (dua) bulan bagi kelipatan masa kerja 6 tahun dihilangkan. RUU Cipta Kerja, tidak lagi mengatur mengenai hak cuti melahirkan, haid, keguguran, menikah/menikahkan tetapi semua diserahkan kepada pengusaha. Artinya hak atas upah dari cuti diatas akan dihilangkan.

3. Hubungan dan Status Kerja
Tidak adanya kepastian kerja, karena Outsourcing dan sistem kerja kontrak tanpa batas dan untuk semua jenis pekerja dan sektor industry. Padahl, sebelumnya dalam UU  Ketenagakerjaankerja Nomor 13 tahun 2003 kontrak hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara dan tidak untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Waktu kontrak pun hanya boleh dilakukan maksimal 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali maksimal 1 tahun.

Dalam RUU Cipta Kerja juga menghilangkan pasal yang mengatakan bahwa perjanjian kontrak yang dilakukan tidak secara tertulis demi hukum menjadi pekerja tetap.

Pasal 59 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 juga dihapus. Padahal dalam pasal ini diatur syarat kerja kontrak, batasan waktu agar tidak mudah di PHK dan menghindarkan buruh dari eksploitasi yang tetrus menerus. Dengan hilangnya pasal ini, bisa dipastikan tidak ada lagi pengangkatan pekerja tetap. Dampaknya, akan secara 
otomatis pesangon hilang. Karena pekerja kontrak dan outsourcing tidak perlu diberikan pesangon jika dipecat oleh perusahaan.

4. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat dilakukan dengan mudah, tanpa harus melalui penetapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Tahapan PHK tanpa sanksi 
(Surat Peringatan/SP) dihilangkan. PHK dapat dilakukan karena perusahaan merugi tanpa harus membuktikan kerugian. Akusisi, marger, pemisahan perusahaan, efesiensi bias menjadi alasan PHK. Kewenangan dan proses memecat buruh ditempat kerja bagi pengusaha dipermudah dan ini berpotensi terjadinya PHK massal, mengganti buruh tetap 
menjadi buruh kontrak atau outsourcing.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 pasal 151 ayat (1) diatur, “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala 
upaya agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)”. Tetapi dalam RUU Cipta Kerja, ketentuan yang mengatur segala upaya agar tidak terjadi PHK ini dihilangkan.

Tidak ada lagi perundingan PHK dengan serikat buruh. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 saja, ketika PHK tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Tetapi ketentuan ini dihilangkan. Artinya, peran serikat pekerja/serikat buruh dalam membela buruh agar 
tidak di PHK dihilangkan.

5. Tentang Pesangon
Uang Pergantian Hak dihilangkan. Uang Penghargaan Masa Kerja diturunkan yang tadinya dari maksimal 10 bulan hanya menjadi 8 bulan. Pengusaha tidak lagi wajib membayar uang pesangon apabila perusahaan ditutup. Apabila perusahaan pailit hakburuh tidak diutamakan. Dengan pengangguran pesangon pengusaha akan semakin mudah melakukan PHK, sementara masa depan buruh semkain suram. Upah rendah tidak bias untuk menabung sementara pesangon yang menjadi harapan ketika kehilangan pekerjaan tidak lagi bisa diharapkan.

Ketentuan pesangon dalam Pasal 161 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dihapus. Dengan demikian, buruh yang di PHK karena mendapatkan Surat Peringatan Ketiga tidak lagi mendapatlah pesangon. Ketentuan pesangon dalam Pasal 162 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang mengundurkan diri tidak mendapatlan apa-apa. Ketentuan pesangon dalam 

Pasal 163 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang di PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan 
kepemilikan perusahaan tidak lagi mendapatkan pesangon. Ketentuan pesangon dalam Pasal 164 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang di 
PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), tidak lagi 
mendapatkan pesangon.

Ketentuan pesangon dalam Pasal 165 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang di PHK karena perusahaan pailit tidak lagi mendapatkan pesangon. Ketentuan pesangon dalam Pasal 166 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang meninggal dunia, kepada ahli warisnya tidak lagi 
diberikan sejumlah uang sebagai pesangon.

Ketentuan pesangon dalam Pasal 167 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang di PHK karena memasuki usia pension tidak lagi mendapatkan pesangon. Ketentuan pesangon dalam Pasal 172 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dengan demikian, buruh yang di PHK karena mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja ketika di PHK tidak lagi mendapatkan pesangon.

Dari uraian diatas maka jelas pesangon hilang. Terlebih kalau kita baca secara keseluruhan dari RUU Cipta Kerja ini, karena penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak dibebaskan sebebas-bebasnya untuk semua sektor industry. Jika buruh Outsourcing dan kontrak habis kontraknya jelas tidak mendapatakan pesangon. Dengan sendirinya, pesangon akan hilang. Padahal sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 19 tahun 2012 tentang pembatasan Pelaksanaan Outsourcing.

6. Tenaga Kerja Asing (TKA)
Tenaga Kerja Asing (TKA) dipermudah, maka dampaknya buruh kasar yang tidak memiliki keterampilan (Unskill worker) berpotensi bebas masuk ke Indonesia. Hal ini 
terlihat dari dihapuskannya izin tertulis dari Menteri bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang hendak bekerja di Indonesia. Selain itu, TKA untuk start-up dan lembaga pendidikan dibebaskan, bahkan tanpa perlu membuat rencana penggunaan TKA. Tidak adanya izin, menyebabkan TKA buruh kasar bisa sampai masuk ke Indonesia dengan mudah tanpa terdeteksi.

Tenaga Kerja Asing (TKA) juga tidak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Dampaknya, transfer of job dan transfer of knowledge sulit untuk dilakukan. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, Bahwa setiap TKA berkewajiban melakukan pendidikan dan pelatihan dalam rangka transfer of job dan knowledge terkecuali untuk direksi dan komisaris, dalam RUU Cipta Kerja pengecualian juga berlaku bagi TKA dengan jabatan tertentu.

Jika sebelumnya TKA dilarang untuk jabatan tertentu, dalam RUU Cipta Kerja jabatan tertentu dihilangkan. Ini artinya, sektor dan asing bebas masuk. Bahkan tenaga administrasi di lembaga pendidikan bisa diisi TKA.

7. Sanksi Pidana Di Hilangkan
Dalam RUU Cipta Kerja sanksi Pidana bagi pengusaha di hilangkan. Dan mari kita sandingkan dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, Pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja/buruh yang memasuki usia pensiun, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 tahun danpaling lama 5 tahun dan/atau dengan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 500 juta. Dalam RUU Cipta Kerja sanksi pidana ini dihilangkan.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, pengusaha yang melanggar ketentuan berikut ini : (a) mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunujk, (b) membayar upah lebih rendah dari upah minimum, (c) kewaiban untuk membayar pesangon kepada buruh yang di PHK; dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 400 juta. Dalam RUU Cipta Kerja sanksi pidana untuk pelanggaran hal-hal tersebut di atas dihilangkan.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, Pengusaha yang melanggar ketentuan berikut ini: (a) lembaga penempatan tenaga kerja swasta dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, (b) pemberi kerja TKA wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku, (c) pemberi kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping yang dipekerjakan unuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, (d) kewajiban pengusaha terhadap perempuan yang dipekerjakan di malam hari; dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit 10 juta dan paling banyak 100 juta. Dalam RUU Cipta Kerja sanksi pidana untuk pelanggaran hal-hal tersebut di atas dihilangkan.

Demikian kawan-kawan sekalian beberapa hal yang bisa saya sampaikan terlebih dahulu sebagai pemantik diskusi kali ini.

TANYA JAWAB DISKUSI 

1. Bagaimana jalan keluar dari situasi dan kondisi masyarakat Indonesia hari ini? Dan menurut bung suja bagaimana situasi dan kondisi masyarakat Indonesia?
Jawaban:
Kita perlu studi lebih dalam tentang sistem sosial di Indonesia, kami GSBI menyakini dari analisis dan keadaan objektif negeri kita. Bahwa negeri INDONESIA ADALAH 
NEGERI SETENGAH JAJAHAN DAN SETENGAH FEUDAL. Yang mana tanah (sektor agrarian) masih sebagai alat utama tumpuan penghidupan rakyat Indonesia.
Bahwasanya pemerintah saat ini adalah pemerintah menjadi kaki tangan Kapitalis Monopoli Internasional atau yang kami sebut Imperialis. Yang memaksa rakyat, atas nama pembanguan, pertumbuhan ekonomi, atas nama penciptaan lapangan kerja. 
Rakyat dipaksa untuk mengemis kepada utang dan investasi.
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) meyakini bahwa semua masalah yang dihadapi kaum buruh dan rakyat Indonesia saat ini akan dapat di atasi jika dijalankannya Land Reform & Industrialisasi Nasional. Karena Land Reform sejati menjadi pondasi dasar untuk melenyapkan sistem pertanian terbelakang dan monopoli sumber kekayaan alam oleh imperialis dan kaki tangannya, sehingga memiliki 
cadangan untuk membangun industry nasional yang mandiri dan ketersediaan pangan yang memadai bagi rakyat.
Industrialisasi nasional yang dibangun tanpa harus bergantung pada investasi asing, bahan baku impor dan pasar ekspor. Ini akan menjadikan Indonesia memiliki cadangan modal yang berlimpah untuk dapat membangun kemandirian bangsa dan kesejahteraan bagi rakyat. Upah akan sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup buruh 
dan keluarga, ketersediaan lapangan kerja akan dibuka seluas mungkin dan juga jaminan kepastian kerja. Seluruh aspek mengenai kepentingan umum (pendidikan, 
kesehatan, perumahan, jaminan sosial) sepenuhnya menjadi tanggungan Negara.
Untuk itu GSBI menilai bahwa bagi klas buruh, Omnibus Law hanya akan membuat posisi buruh semakin rentan dalam mendapatkan perlindungan atas kepastian kerja, 
waktu kerja, Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan upah murah serta memberikan peluang bagi pengusaha untuk dapat lepas dari jeratan hukum pidana.

2. Mengenai upah minimum yang berlaku nanti hanya upah provinsi saja, sedangkan upah minimum kabupaten dan upah minimum sectoral dihilangkan, bagaimaan tanggapan 
dari ka sujak? Dan mungkin aka nada contoh kasusnya
Lalu GSBI yang juga fokus ke ranah agrarian yang didalamnya ada buruh tani serta nelayan, bagaimana tanggapan ka sujak mengenai kondisi agrarian bila ruu ini 
disahkan?
Jawaban:
Iya, memang benar bahwa mengenai upah minimum yang berlaku nanti hanya upah provinsi saja, sedangkan upah minimum kabupaten dan upah minimum sectoral dihilangkan.
Jadi ada 2 kemungkinan besar tentang pengupahan
Pertama : Kenaikan upah buruh akan berlaku UMP. Bagi buruh yang berkedudukan di Jakarta misalnya yang berlaku UMP, sebab tidak ada upah minimum kota. Dan ini akan stag/bertahan terus menerus setiap tahun. Sebab kenaikannya hanya memakai upah berjalan ditambah Pertumbuhan Ekonomi Kota/Kab masing masing. Sedangkan bagi buruh di provinsi Jawa Barat, Upah tertinggi adalah UMK Kab, Karawang dengan nilai Rp. 4,5 juta, sedangkan upah wilayah lainnya, Sukabumi Rp. 2,2 juta dan Cianjur Rp. 1,8 juta. Dua kabupaten ini akan sangat lama sekali untuk mendapatkan kenaikan seperti upah buruh di Kab. Karawang,
Kedua : Perhitungan upah berdasarkan satuan harga (biaya produksi), dan satuan jam atau bisa dikatakan upah borongan. Dua sistem tersebut akan menghilangkan upah 
minimum sebagai jarring pengaman buruh mendapatkan upah dalam setiap bulan (dalam RUU Cipta Kerja akan diatur melalui peraturan menteri). Contohnya sebelum 
RUU Cipta Kerja ini ada banyak perubahan yang sudah menjalankan upah berdasarkan borongan. Terutama perusahaan-perusahaan (Tektil dan Prodak Tektil/TPT) yakni garmen, tekstil dan sepatu. 
Masalah agrarian, juga demikian, dalam RUU tersebut, telah mempermudah dalam perijinan Hak Gua Usaha (HGU) dan perpanjangan HGU, serta pelepasan tanah untuk kepentingan pembangunan kawasan industry, perkebunan dan pertambangan. Bahkan perpanjangan HGU bisa sampai seumur hidup selama perusahaan masih ada. Artinya, 
monopoli tanah semakin intensif, dengan legitimasi hukum.

3. Gerakan yang seperti apakah untuk terus mengawal kebijakan seperti ini jika dilihat dari kacamata masyarakat pinggiran? Menurut pandangan bapak pemateri ini sulit mana antara membuat kebijakan yang dimana dalam konteks menyetarakan hak dengan menghilangkan pengangguran? Terima kasih
Jawaban:
Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah kebijakan atau aturan yang berdiri sendiri atau sebuah inisiatif terbaru yang digagas oleh Jokowi untuk mengatasi hiper dan tumpeng tindih peraturan perundang-undangan yang ada. Tetapi, merupakan produk hukum yang lahir dari Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) jilid 1 – 16 pada pemerintahan Jokowi periode pertama yang keseluruhannya bicara tentang iklim investasi. Dan ini butuh “legitimasi hukum” agar bisa dieksekusi sesuai dengan skema ekonomi politik ala Jokowi untuk memuluskan jalan bagi investasi asing masuk ke Indonesia dan dalam rangka mewujudkan pengabdiannya kepada kapitalis monopolis asing (imperialisme) sebagai tuannya yang sedang mengalami krisis (Krisis imperialism adalah krisis menumpuknya modal/capital) yang tidak bisa berkembang jika capital didiamkan maka imperialis melakukan ekspor capital ke berbagai negeri yang terdominasi seperti Indonesia. Wujud ekspor capital adalah Utang dan Investasi melalui Borjuasi komperador dan tuan tanah sebagai agen Imperialis baik melalui lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IMF, ADB, dan sebagaianya (semuanya besyarat membutuhkan garasi keamanan modal).
Kawan-kawan, tidak ada suatu negeri yang berdaulat ketika pembangunan negeri tergantung pada investasi dan utang, jalan keluarnya adalah land reform dan membangun industri nasional yang mandiri terbebas dari utang dan investasi (jika ingin mengetahui tentang apa itu land reform dan industrialisasi nasional dapat diselenggarakan dikemudian hari)

4. Bagaimana menurut bung suja, dengan cara menolak ataupun menggagalkan omnibus law akan menjauhkan masyarakat Indonesia dari permasalahan yang ada kedepannya?
Jawaban:
Omnibus Law Cipta Kerja ini mendapatkan tantangan hebat dari klas buruh dan mahasiswa serta sektor lainnya. Di berbagai daerah dan berbagai bentuk. Dan saat ini pemerintah melalui kementerian tenaga kerja dan berbagai kementerian serta kepala daerah sedang digerakkan untuk sosialisasi RUU Cipta Kerja, dalam kerangka menahan 
gerakan penolakan, selain itu juga mengandengan ormas-ormas mahasiswa untuk mendukung RUU Cipta Kerja. 
Maka bagi klas buruh mejadi tanggung jawab untuk mengagalkan omnibus law dengan mengandeng seluruh rakyat Indonesia. Secara khusus diperkotaan perlawanan ditumpukan kepada klas buruh dan pemuda mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.