Kesetaraan Gender

Isu gender merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Gender kerap kali diartikan sebagai peran yang terbentuk di dalam masyarakat atas perempuan dan laki-laki.

Dalam masyarakat sendiri, diskriminasi berdasarkan gender masih sering terjadi dalam berbagai aspek dan ruang lingkup masyarakat akibat praktik dan budaya patriarki (sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama) yang masih sangat kuat. Praktik ini kerap merugikan kaum perempuan yang seringkali termarjinalkan.

Maka dari itu lah, kesetaraan gender sangat diperlukan. Apalagi menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kesetaraan gender dapat memperkuat negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif.

Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender, namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.

Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya.

Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan gender diperlukan sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan disesuaikan dengan keberagaman aspirasi dan hambatan kemajuan kelompok masyarakat laki-laki dan perempuan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan rakyat pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan. Memerankan rakyat sebagai aktor berarti memerankan perempuan dan laki-laki sebagai aktor. Filosofi ini yang kemudian diterapkan dalam program pembangunan melalui strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.

Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender secara terpadu dan terkoordinasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional  yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Strategi PUG diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dari semua kelompok usia, wilayah, dan yang kebutuhan khusus, dapat terlibat dalam proses pembangunan sehingga diharapkan pembangunan yang dilaksanakan bisa bermanfaat untuk semua; dan semua penduduk dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan. Strategi PUG dilaksanakan dengan cara memastikan adanya akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang adil dan setara bagi laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan.

Telah banyak bukti yang menunjukkan peran perempuan sebagai faktor kunci pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Perempuan adalah salah satu elemen penting bagi proses transformasi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sejak Konferensi Dunia tentang Perempuan yang pertama pada 1975 di Meksiko, negara-negara di dunia bahkan telah mengupayakan dan menunjukkan perbaikan terhadap posisi perempuan dalam kedudukannya di masyarakat melalui peningkatan pemahaman pentingnya peran perempuan dalam proses pembangunan. Indonesia juga meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita melalui UU No. 7 Tahun 1984, yang secara eksplisit mengakui pentingnya pemenuhan hak-hak substantif bagi perempuan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Hal tersebut semakin memperkuat hadirnya tindakan nyata dan kerangka kerja untuk mewujudkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebagai upaya menghadapi permasalahan yang terkait dengan isu kesetaraan gender di seluruh bidang pembangunan.

 

SINERGI SELURUH UNSUR MASYARAKAT

 

Jika kita melihat angka kekerasan berdasarkan Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016 di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan terungkapnya berbagai kasus kejahatan seksual akhir-akhir ini di beberapa daerah di Indonesia yang dapat kita saksikan dalam berbagai media menimbulkan berbagai kekhawatiran, dimana perempuan dan anak menjadi objek dan sekaligus korban dari kejahatan ini. Untuk itu dalam upaya pencegahan terjadinya kekerasan dan mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender perlu keterlibatan dari semua pihak.

Melihat luasnya dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan, sinergitas menjadi kata kunci untuk mempercepat perwujudannya. Salah satu strateginya adalah pengarusutamaan Gender Perencanaan dan Penganggaran yang Resposif Gender (PPRG), di mana pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Karena kesetaraan gender ini merupakan cross-cutting issues, maka sinergitas antar K/L, pusat-daerah, dan antar daerah juga berperan besar untuk meningkatkan daya ungkit pembangunan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, termasuk SDGs, secara merata dan adil.

Masyarakat, termasuk akademisi, juga memiliki peran penting. Akademisi mentransmisikan pengetahuan, nilai, norma, dan ideologi serta pembentukan karakter bangsa, tidak terkecuali kesetaraan dan keadilan gender yang terkait erat dengan nilai hakiki kemanusiaan. Perguruan Tinggi sesuai dengan peran dan tugasnya melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pengembangan ilmu riset, melakukan proses belajar mengajar dan pengabdian masyarakat. Peran tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan, para lulusan yang mempunyai kemampuan akademik memadai dan menjadi pusat rujukan ilmu pengetahuan untuk berbagai fenomena sosial dan kebudayaan. Melalui peran dan tugas inilah diharapkan Perguruan Tinggi dapat membantu membangun dan meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender yang lengkap, yang akan berdampak pada pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, sehingga akan dibawa dalam praktek kehidupan sehari-hari dan profesi yang akan dijalani.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberdayaan perempuan penting bagi perekonomian sebuah negara. "Kesetaraan gender tidak hanya penting dari sisi moralitas, keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi," tuturnya.

Hal ini disampaikannya dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) 2019 dengan tema “Kesetaraan Gender dalam Memperkuat Perekonomian sebuah Bangsa” di ICE BSD Tangerang pada Rabu, (24/04).

Ia mengutip lembaga konsultan internasional McKinsey, apabila suatu negara tidak menciptakan lingkungan yang setara seperti kesetaraan gender maka 12 triliun USD kue ekonomi akan hilang atau kira-kira 16,5% dari total ekonomi global setara 8 kali ekonomi Indonesia. 

Kesetaraan gender yang ia tekankan adalah kesempatan yang sama bagi gender laki-laki dan perempuan dalam hal partisipasi ekonomi, kesetaraan akses pendidikan, kesehatan serta political empowerment. 

Tantangan kesejahteraan gender diukur dari gender gap. Indonesia berada di rangking 93. Indikator gender gap ada empat, yaitu pertama partisipasi ekonomi, kedua kesetaraan dan pencapaian pendidikan, ketiga kesehatan serta survivability dan keempat political empowerment atau pemberdayaan politik.

Selain itu, kendala kesempatan yang sama (kesetaraan) dalam bidang ekonomi yang dihadapi perempuan adalah kebanyakan perempuan tidak bisa mengakses modal. Banyak perempuan tidak memiliki aset atas nama dirinya seperti rumah, tanah atau mendirikan perusahaan. Itu dari sisi legal barrier atau hambatan dari segi hukum. Selain itu, akses modal juga perlu kapasitas seperti education, skill dan leadership.

Masalah lainnya yaitu mayoritas di Indonesia, perempuan banyak bekerja di sektor informal serta banyak perempuan dengan kemampuan yang sama dengan laki-laki tetapi digaji lebih rendah. 

Menurut Menkeu, level playing field antara laki-laki dan perempuan berbeda karena kondisi biologis perempuan yang ada saatnya ia hamil, melahirkan dan menyusui. Namun, perempuan perlu didukung dengan kebijakan contohnya ketersediaan ruang laktasi dan childcare di kantor. Di Indonesia juga ada cuti melahirkan tapi tetap dibayar. Di Kemenkeu, ada kebijakan parental leave melalui KMK Pengarusutamaan Gender dimana para suami juga bisa cuti 10 hari untuk menemani istrinya yang baru melahirkan.

Bagaimana membuat lingkungan yang membuat perempuan itu terus produktif, confident, bertanggungjawab dan bisa menuangkan aspirasinya. Dalam hal ekonomi juga dibuat kebijakan yang berpihak kepada perempuan seperti UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) melalui program Mekaar, Kemenkeu dengan program UMi (Kredit Ultra Mikro).

Pada gap pendidikan, Pemerintah memberikan Program Keluarga Harapan bagi keluarga miskin agar tidak alasan untuk anak perempuannya tidak bisa sekolah karena alasan ekonomi. Dalam keluarga dan masyarakat, perempuan juga seharusnya bisa didorong agar dapat memilih bidang studi yang didominasi laki-laki seperti matematika dan science karena bidang studi tersebut tidak mengenal gender.

Pada masalah kesehatan, Pemerintah memiliki Jaminan Kesehatan Universal (Universal Health Coverage) untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi serta BPJS. Selain itu, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) agar anak laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bermain dan belajar sesuai usianya. Pemerintah juga berusaha mengatasi masalah stunting atau kurang gizi.

Di bidang politik, Menkeu berpesan agar perempuan lebih berpartisipasi aktif hingga 30% kuota di parlemen juga bisa terpenuhi dan dapat menganalisis isu dengan baik berdasarkan data, fakta yang rasional tidak sekedar karena faktor emosional dalam memilih Presiden dan wakil rakyat.

Menkeu berpesan untuk menanamkan kesetaraan gender sejak dini dengan bersikap gender neutral. Selain itu, juga membiasakan memberi gestur yang setara kepada wanita. Tanamkan sejak dini gender neutral, beri anak (laki-laki dan perempuan) kesempatan yang sama. Anda semua punya peranan penting. Apapun posisi Anda, gunakan sisi champion, afirmasi dan keadilan terutama gesture laki-laki pada perempuan.

Pada sisi organisasi, kebijakan yang dibuat dengan memperhatikan kesetaraan gender dapat memberikan kontribusi dan perspektif yang menyeluruh terhadap sebuah masalah. Poinnya kalau organisasi diisi hanya satu jenis makhluk maka dia akan kehilangan pandangan dan kontribusinya dari makhluk lainnya sehingga policynya tidak menyeluruh. Kalau lebih diversify maka perspektifnya akan lebih menyeluruh. Oleh karena itu, public policy harus selalu responsif. 

 

Bagaimana negara bisa memberikan solusi untuk kesetaraan perempuan?

Negara harus hadir dan bisa memberikan solusi dalam menyelesaikan persoalan ini. Ada banyak cara yang sudah dilakukan (walaupun harus terus-menerus kita awasi), peraturan atau kebijakan tentang kesetaraan akses, partisipasi perempuan dalam segala aspek kehidupan, tidak ada diskriminasi terhadap perempuan, dan memastikan bahwa peraturan dan undang-undang tidak bertentangan.

Penting juga untuk memberikan peluang politik yang seimbang, memang dari aspek jumlah posisi pemimpin belum seimbang secara signifikan, maka pemerintah perlu melakukan affirmative action untuk terjadinya keseimbangan dalam jabatan dan posisi penting bagi laki dan perempuan.

Saya kira, dalam perumusan kebijakan atau perundang-undangan yang sensitif gender (gender-sensitivity) ini, negara dapat menjalankan fungsinya dalam melindungi dan memberikan keadilan gender. Berbasis pada implementasi kebijakan yang sensitif gender ini, kita berharap akan berdampak pada pemenuhan hak-hak perempuan, penghapusan kekerasan seksual, dan keadilan gender secara umum. 

Penting pula untuk memastikan bahwa proses internalisasi nilai-nilai kesetaraan ini menjadi salah satu model dalam pendidikan kita, baik aspek metodenya maupun aspek kontennya. Karena masih banyak konten pembelajaran di sekolah yang masih bias gender.

Yang tidak kalah pentingnya pemerintah memastikan bahwa internalisasi kesetaraan gender tercermin juga dalam media massa, dan media sosial, karena masa pandemi seperti sekarang ini anak lebih banyak belajar lewat media sosial yang menjadi rujukan dalam melakukan berkegiatan.

 

Apa pentingnya kesetaraan gender untuk negara?

Negara atau pemerintah sebenarnya adalah perwakilan atau “pengabdi” bagi kepentingan rakyat. Dengan demikian, pemerintah harus memastikan fungsi dan tanggung jawabnya untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi keadilan gender bagi seluruh rakyatnya. Hal ini penting untuk selalu disuarakan, agar semua terdorong dan memahami urgensinya.

Perempuan juga harus berbicara dan melakukan kerja-kerja bersama dalam mem-backup kepentingan ini. Jika kesetaraan atau keadilan gender sudah diwujudkan, maka hal ini juga akan berdampak pada kualitas kehidupan dan iklim demokrasi yang baik di negara ini.

Indonesia adalah negara demokrasi yang berlandas pada ideologi Pancasila. Itu berarti segala bentuk kebebasan diperbolehkan bila masih dalam konteks lima sila Pancasila dan undang-undang dasar, termasuk dalam permasalahan seksualitas masyarakat.

Bunyi sila terakhir dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, bukan oleh segelintir golongan tertentu. Tidak ada istilah mayoritas atau minoritas dalam ideologi Pancasila. Semua memiliki kesetaraan dalam undang-undang.

 

Sumber :

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/12/18/pentingnya-kesetaraan-gender-untuk-negara-salah-satunya-indonesia-maju

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-pentingnya-kesetaraan-gender-untuk-sebuah-negara/

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1667/kesetaraan-gender-perlu-sinergi-antar-kementerian-lembaga-pemerintah-daerah-dan-masyarakat

 gambar : freepik, pinterest.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.