Krisis Identitas Mahasiswa dalam Dinamika Orientasi Organisasi Kampus



Sebuah Opini

Oleh

R

Salah Satu Mahasiswa di Kampus Yang Memiliki Citra Sebagai “Kampus Pergerakan Intelektual”


Selayang Pandang

    Mahasiswa merupakan kelompok sosial yang memiliki banyak potensi dan harapan sebagai agent of change dalam membangun bangsa. Namun, faktanya, banyak mahasiswa yang mengalami krisis identitas saat bergabung dalam organisasi kampus. Krisis identitas ini timbul karena adanya dinamika orientasi berorganisasi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan utama sebagai mahasiswa. Dalam dinamika orientasi berorganisasi, mahasiswa seringkali terjebak dalam persaingan untuk memperoleh posisi atau kekuasaan dalam organisasi. Hal ini membuat mereka kehilangan fokus pada tujuan utama sebagai mahasiswa, yakni menimba ilmu dan meningkatkan kemampuan akademik. Selain itu, orientasi berorganisasi yang terlalu tinggi juga dapat membuat mahasiswa kehilangan jati diri dan identitasnya sebagai individu.

Dinamika Krisis Identitas Mahasiswa

      Krisis identitas mahasiswa dalam dinamika orientasi berorganisasi dapat terlihat dari beberapa tanda-tanda, antara lain rendahnya motivasi belajar, kurangnya keterlibatan dalam kegiatan akademik, dan penurunan kinerja akademik. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan mereka, karena ketika lulus dari perguruan tinggi, mereka akan kesulitan bersaing di dunia kerja. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya menjaga jati diri dan identitas mereka saat bergabung dalam organisasi kampus. Mahasiswa harus memilih organisasi yang sejalan dengan minat dan bakat mereka, serta tidak melupakan tujuan utama sebagai mahasiswa. Selain itu, mahasiswa juga harus membangun keterampilan yang relevan dengan karir yang mereka inginkan di masa depan.


    Krisis identitas mahasiswa dalam dinamika orientasi berorganisasi merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan solusi yang terintegrasi. Mahasiswa harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab atas identitas mereka sebagai individu, sementara universitas dan organisasi kampus harus memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat. Dengan begitu, diharapkan krisis identitas mahasiswa dalam dinamika orientasi berorganisasi dapat diatasi dan mahasiswa dapat menjadi agent of change yang handal dalam membangun bangsa.


Organisasi Kampus dan Iklim yang Tidak Inklusif

    Iklim organisasi yang konvensional cenderung menjunjung tinggi hierarki dan tradisi yang telah ada, sehingga sulit bagi mahasiswa untuk mengemukakan ide-ide inovatif atau memperkenalkan perubahan yang diperlukan. Mahasiswa yang bergabung dalam organisasi yang memiliki iklim organisasi konvensional mungkin akan merasa terkekang oleh aturan-aturan yang kaku dan sulit untuk diubah. Mereka juga mungkin akan kesulitan untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan potensi mereka dalam organisasi tersebut. Sebagai akibatnya, mereka mungkin akan kehilangan motivasi dan semangat untuk berkontribusi dalam organisasi. Hal ini sangat disayangkan mengingat mahasiswa seharusnya menjadi motor penggerak dalam melakukan perubahan yang positif. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang potensial, membutuhkan iklim organisasi yang mendorong inovasi dan kreativitas, sehingga dapat membantu mereka mengembangkan diri dan berkontribusi secara maksimal dalam organisasi. Selain itu, iklim organisasi yang inklusif dan progresif juga dapat membantu mahasiswa mengatasi krisis identitas dalam dinamika orientasi berorganisasi.


    Oleh karena itu, penting bagi organisasi kampus untuk memperhatikan iklim organisasi yang dihadirkan dalam organisasi kampus. Mereka perlu memastikan bahwa iklim organisasi yang dihadirkan mendukung kreativitas, inovasi, dan partisipasi aktif dari mahasiswa. Selain itu, organisasi kampus juga harus memperhatikan nilai-nilai dan tujuan utama sebagai mahasiswa dalam setiap kegiatan dan keputusan yang dibuat. Salah satu cara untuk menciptakan iklim organisasi yang inklusif dan progresif adalah dengan memperkenalkan sistem kepemimpinan yang partisipatif dan demokratis. Dalam sistem kepemimpinan ini, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide-ide dan aspirasi mereka, serta terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi. Hal ini akan membantu mahasiswa merasa lebih dihargai dan terlibat dalam organisasi, sehingga dapat membantu mereka mengatasi krisis identitas dalam dinamika orientasi berorganisasi. Namun sayangnya partisipasi demokrasi yang ada pada kebanyakan di organisasi kampus hanyalah sekedar pemenuhan dari bagaimana organisasi itu berjalan yang seringkali kurang memerhatikan arah mana organisasi itu berjalan. Selain itu, organisasi kampus juga perlu mendorong partisipasi mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang lebih luas di luar organisasi kampus. Misalnya, melalui program-program sukarelawan atau kegiatan sosial yang melibatkan mahasiswa, sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman dan belajar keterampilan baru yang dapat membantu mereka berkembang sebagai individu.


    Penting bagi organisasi kampus untuk membuka diri terhadap perubahan dan inovasi yang diperlukan dalam menjalankan organisasi kampus. Mereka harus memperhatikan saran dan kritik dari mahasiswa dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam memperbaiki organisasi kampus. Dalam hal ini, peran mahasiswa sebagai agen perubahan dalam organisasi kampus tidak dapat diabaikan. Mahasiswa memiliki kepentingan dalam organisasi kampus dan perlu memiliki akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, penting bagi universitas dan organisasi kampus untuk memberikan kesempatan dan dukungan kepada mahasiswa agar mereka dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam organisasi.


    Mahasiswa sebagai agen perubahan yang potensial perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri dan berkontribusi dalam organisasi kampus. Dalam hal ini, universitas dan organisasi kampus perlu memperhatikan iklim organisasi yang mereka hadirkan, sehingga mahasiswa dapat mengatasi krisis identitas dalam dinamika orientasi berorganisasi. Dengan cara ini, mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam organisasi kampus dan membantu memperbaiki kualitas kehidupan kampus.


Intervensi Alumni dan Kaderisasi yang Minim Urgensi

    Kaderisasi merupakan proses seleksi dan pelatihan calon pengurus organisasi untuk mengisi posisi kepemimpinan di masa yang akan datang. Namun, kaderisasi yang salah kaprah dapat menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk terlibat dalam organisasi kampus. Misalnya, kaderisasi yang terlalu berat dan menyita waktu, atau kaderisasi yang tidak transparan dan cenderung subjektif dapat menyebabkan mahasiswa merasa tidak terpilih karena alasan yang tidak jelas. Akibatnya, mahasiswa yang sebenarnya memiliki potensi dan minat dalam organisasi kampus akan mundur dan merasa tidak termotivasi untuk terlibat dalam organisasi.


    Di sisi lain, intervensi dari alumni juga dapat menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk terlibat dalam organisasi kampus. Terkadang, alumni yang memiliki kepentingan dalam organisasi kampus cenderung menggunakan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk mempengaruhi jalannya organisasi. Hal ini dapat merugikan mahasiswa yang ingin terlibat dalam organisasi kampus karena tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dan berkembang dalam organisasi.


    Untuk mengatasi masalah ini, organisasi kampus perlu memperbaiki sistem kaderisasi agar lebih transparan dan objektif. Seleksi calon pengurus harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan tidak diskriminatif. Selain itu, proses kaderisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyita waktu dan energi mahasiswa secara berlebihan. Dengan cara ini, mahasiswa yang memiliki minat dan potensi dalam organisasi kampus dapat terpilih dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.


    
Sementara itu, intervensi dari alumni dapat diatasi dengan cara memperkuat kelembagaan organisasi kampus dan memperjelas peran alumni dalam organisasi. Universitas dan organisasi kampus perlu memastikan bahwa intervensi dari alumni tidak merugikan kepentingan mahasiswa dan tidak merusak tata kelola organisasi. Selain itu, mahasiswa juga perlu diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga independensi organisasi dan memperkuat sistem tata kelola organisasi agar tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan pihak lain.

Pengembangan SDM Tidak Mumpuni : Program Kerja Minim Inovasi

    Banyak organisasi kampus yang masih mengandalkan program kerja yang konvensional dan tidak berkembang. Program kerja yang kurang inovatif ini seringkali hanya terfokus pada kegiatan yang rutin, seperti seminar, workshop, dan kegiatan sosial. Padahal, mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kampus membutuhkan pengalaman yang lebih beragam dan menantang untuk meningkatkan keterampilan dan potensi mereka. Kegiatan yang inovatif dan kreatif seperti kompetisi bisnis, program magang, dan pertukaran budaya dapat memberikan pengalaman yang lebih bermanfaat bagi mahasiswa dan membantu mereka mengembangkan keterampilan yang lebih beragam. Di sisi lain, pengembangan SDM yang tidak mumpuni juga menjadi faktor yang memperparah krisis identitas mahasiswa dalam dinamika orientasi berorganisasi. Banyak organisasi kampus yang tidak memiliki sistem pengembangan SDM yang baik sehingga membuat anggota organisasi merasa kurang didukung dalam mengembangkan potensi mereka. Mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kampus harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, manajerial, dan kreatifitas. Dengan demikian, mereka akan merasa lebih termotivasi untuk terlibat dalam organisasi dan memiliki identitas yang kuat sebagai anggota organisasi kampus. Untuk mengatasi masalah ini, organisasi kampus harus berinovasi dan menciptakan program kerja yang lebih menarik dan beragam. Organisasi kampus juga harus memiliki sistem pengembangan SDM yang baik, seperti pelatihan dan program mentoring, untuk membantu anggota organisasi mengembangkan potensi mereka. Pengembangan SDM yang baik akan membantu anggota organisasi kampus merasa didukung dan memiliki identitas yang kuat sebagai anggota organisasi kampus.


    Selain itu, organisasi kampus juga perlu melakukan evaluasi secara rutin terhadap program kerja dan sistem pengembangan SDM yang ada. Dengan melakukan evaluasi secara rutin, organisasi kampus dapat menemukan kelemahan-kelemahan dalam program kerja dan sistem pengembangan SDM yang ada dan mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.


    
Dalam rangka mengatasi krisis identitas mahasiswa dalam dinamika orientasi berorganisasi, peran organisasi kampus juga sangatlah penting. Organisasi kampus harus menciptakan program kerja yang inovatif dan menarik serta memiliki sistem pengembangan SDM yang baik untuk membantu anggota organisasi mengembangkan potensi mereka. Dengan cara ini, mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam organisasi kampus dan membantu memperbaiki kualitas kehidupan kampus.

Kesimpulan

    Masih ada permasalahan yang perlu diatasi dalam organisasi kemahasiswaan, khususnya terkait dengan krisis identitas yang dialami oleh mahasiswa. Orientasi berorganisasi yang terpusat pada pencapaian prestasi dan status sosial telah menghasilkan iklim organisasi yang konvensional dan tidak berkembang, serta kaderisasi yang salah kaprah dan intervensi dari alumni. Hal ini membuat mahasiswa kehilangan jati diri dan tujuan awal mereka dalam berorganisasi. Hingga harapannya organisasi kemahasiswaan perlu menjadi wadah yang baik untuk membantu mahasiswa berkembang secara pribadi, sosial, dan profesional. Hal ini dapat dicapai melalui pembinaan karakter, pengembangan sumber daya manusia, dan pengembangan program kerja yang lebih inovatif. Organisasi kemahasiswaan juga harus berfungsi sebagai wadah untuk mengekspresikan aspirasi mahasiswa dan mendorong perubahan positif di masyarakat. Dalam hal ini, pihak kampus, mahasiswa, dan alumni perlu bekerja sama untuk menciptakan iklim organisasi yang sehat dan mendukung pengembangan mahasiswa secara holistik.

Sumber Rujukan

Hasibuan, A. M. (2021). Menakar Kepentingan Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal BISMA (Bisnis dan Manajemen), 13(2), 214-227.

Kurniawan, R. (2020). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, 9(1), 63-70.

Pratama, R. A., & Alamsyah, A. (2020). Peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Kinerja Anggota Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 1(1), 28-33.

Yatmika, Y. (2020). Kualitas Organisasi Kemahasiswaan dalam Peningkatan Pemberdayaan Mahasiswa. Jurnal Kajian Akuntansi dan Bisnis, 5(1), 23-32.

Yudhistira, D., & Damayanti, R. A. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa untuk Terlibat dalam Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Sosiologi Agama dan Pendidikan, 4(1), 17-26

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.