Kajian Dinasti Politik Indonesia: Jabatan Atau Warisan?
Ghazy Aldifa Afti
Red Soldier, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Jabatan bukan Warisan!
Jabatan adalah posisi atau
kedudukan yang memiliki tanggung jawab, wewenang, dan hak tertentu dalam suatu
organisasi atau lembaga. Jabatan harus didasarkan pada kompetensi, prestasi,
dan kinerja yang objektif dan profesional. Jabatan bukan warisan yang bisa
diwariskan secara turun temurun tanpa memperhatikan kualifikasi dan kualitas
dari penerimanya.
Namun, di Indonesia, praktik
politik yang mewariskan jabatan dari keluarga atau kerabat yang sudah menjadi
pejabat negeri sering terjadi. Praktik ini disebut sebagai dinasti politik.
Dinasti politik adalah praktik politik yang mewariskan kekuasaan secara turun
temurun dalam kelompok hubungan keluarga atau kekerabatan. Dinasti politik
biasanya terjadi karena adanya kepentingan politik dari para elite yang ingin mempertahankan
atau memperluas pengaruhnya di masyarakat. Dinasti politik juga bisa
dipengaruhi oleh budaya feodalisme yang masih melekat di Indonesia, yaitu
bentuk dominasi politik yang berdasarkan pada loyalitas dan ketaatan kepada
pemimpin atau tokoh yang dianggap memiliki otoritas.
Fenomena dinasti politik dapat
dianalisis oleh teori 'ashabiyyah dari Ibnu Khaldun. Teori ini menjelaskan
bahwa 'ashabiyyah adalah ikatan sosial yang kuat antara anggota kelompok yang
memiliki kesamaan asal-usul, agama, bahasa, atau tujuan. 'Ashabiyyah bisa
menjadi sumber kekuatan dan kemajuan bagi suatu kelompok, tetapi juga bisa
menjadi sumber kemunduran dan kerusakan jika disalahgunakan untuk kepentingan
pribadi atau keluarga.
Dinasti politik tidak baik untuk
demokrasi Indonesia karena dinasti politik mengancam prinsip-prinsip demokrasi
seperti kesetaraan, keadilan, partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi.
Dinasti politik juga menghambat proses kaderisasi di partai-partai politik,
karena partai lebih memilih calon dari keluarga pejabat daripada dari kader
sendiri. Dinasti politik juga menimbulkan potensi konflik antara
kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan atau ideologi.
Tradisi Busuk yang
Menghancurkan Demokrasi dan Etika Politik Indonesia
Dinasti politik di Indonesia
bukanlah fenomena baru, melainkan tradisi yang sudah berlangsung sejak lama.
Tradisi ini bermula sejak zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara yang menganut
sistem monarki absolut, yaitu sistem pemerintahan dimana raja memiliki
kekuasaan mutlak dan mewariskannya kepada anak atau kerabatnya. Tradisi ini
kemudian berlanjut hingga masa kolonialisme Belanda, Jepang, dan Orde Baru,
dimana para elite kolonial atau militer menempatkan anak atau kerabatnya di
posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.
Tradisi dinasti politik ini
semakin menguat setelah era reformasi dimulai pada tahun 1998. Reformasi
membawa perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik,
yaitu sistem pemerintahan dimana otonomi daerah diperluas dan pemilihan kepala
daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat. Desentralisasi seharusnya
memberikan peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin baru yang berasal dari
berbagai latar belakang dan daerah, tetapi kenyataannya malah dimanfaatkan oleh
para elite politik untuk membangun dinasti politik di daerah-daerah.
Contoh dinasti politik yang
terjadi di Indonesia, terutama di Pilkada 2023, sangat banyak dan bervariasi.
Banyak calon dari keluarga atau kerabat pejabat negeri yang maju di Pilkada
2023, seperti anak Jokowi, menantu Jokowi, anak Ma’ruf Amin, dan keponakan
Prabowo. Hal tersebut menunjukan dinasti politik sudah menjadi tradisi yang
sulit untuk dihilangkan di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa contoh
dinasti politik yang terjadi di Indonesia:
1)
Dinasti Jokowi. Putra sulung Presiden Joko
Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi Wali Kota Solo periode 2021-2026.
Menantu Jokowi, Bobby Nasution, menjadi Wali Kota Medan periode 2021-2026. Adik
ipar Jokowi, Wahyu Purwanto, juga sempat maju sebagai bakal calon Bupati
Kabupaten Gunungkidul, namun akhirnya mengundurkan diri. Anak bungsu Jokowi,
Kaesang Pangarep, juga menyatakan keinginan untuk terjun ke dunia politik dan
maju sebagai bakal calon Wali Kota Depok.
2)
Dinasti Ma’ruf Amin. Putri Wakil Presiden Ma’ruf
Amin, Siti Nur Azizah, maju sebagai bakal calon Wali Kota Tangerang Selatan.
Adik Ma’ruf Amin, Ahmad Syauqi, juga maju sebagai bakal calon Bupati Tangerang.
Anak Ahmad Syauqi, Ahmad Zakiyuddin, juga maju sebagai bakal calon Wali Kota
Serang.
3)
Dinasti Prabowo. Keponakan Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, maju sebagai bakal calon
Wali Kota Tangerang Selatan. Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, juga pernah
menjadi anggota DPR RI dari Partai Gerindra. Anak Hashim, Aryo Djojohadikusumo,
juga pernah menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra.
4)
Dinasti Ratu Atut. Putra mantan Gubernur Banten
Ratu Atut Chasanan, Andika Hazrumy, menjadi Wakil Gubernur Banten periode
2017-2022. Adik Ratu Atut, Ratu Tatu Chasiah, menjadi Bupati Serang periode
2017-2022. Putra Ratu Tatu, Pilar Saga Ichsan, maju sebagai bakal calon Wali
Kota Tangerang Selatan.
5)
Dinasti Megawati. Putri mantan Presiden RI
Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, menjadi Ketua DPR RI periode 2019-2024.
Anak kedua Megawati, Prananda Prabowo, menjadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode
2019-2024. Megawati sendiri menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan sejak tahun 1999
hingga sekarang.
Pancasila sebagai Etika
Politik hanya Mimpi
Etika politik adalah kumpulan
nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi perilaku politik individu atau
kelompok dalam berinteraksi dengan pihak-pihak lain. Etika politik harus
dijunjung tinggi oleh semua orang yang berpolitik, baik yang menjadi pemimpin
maupun yang menjadi rakyat. Etika politik penting untuk menjaga agar politik di
Indonesia itu jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Pancasila sebagai etika politik
adalah suatu cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai
falsafah atau pandangan hidup bangsa Indonesia mengandung lima sila yang
merupakan asas legalitas, demokrasi, dan moral religius bagi bangsa Indonesia.
Pancasila juga mengandung nilai-nilai universal seperti kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, keadilan sosial, dan ketuhanan. Pancasila seharusnya menjadi
landasan bagi semua kebijakan dan tindakan politik di Indonesia.
Namun, kenyataannya Pancasila sebagai etika politik hanya mimpi belaka. Banyak pemimpin dan rakyat yang tidak menjalankan etika politik yang seharusnya sesuai dengan Pancasila. Banyak pemimpin dan rakyat yang mengabaikan atau menyalahgunakan Pancasila untuk kepentingan pribadi atau golongan. Banyak pemimpin dan rakyat yang mengeksploitasi atau menyalah artikan Pancasila untuk membenarkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum atau norma. Banyak pemimpin dan rakyat yang menghianati atau mengkhianati Pancasila untuk merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Dinasti Politik Mencederai Demokrasi dan Etika Politik Indonesia
Dinasti politik melanggar etika politik yang seharusnya sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara. Etika politik adalah kumpulan nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi perilaku politik individu atau kelompok dalam berinteraksi dengan pihak-pihak lain. Etika politik harus dijunjung tinggi oleh semua orang yang berpolitik, baik yang menjadi pemimpin maupun yang menjadi rakyat. Etika politik penting untuk menjaga agar politik di Indonesia itu jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Etika politik di Indonesia seharusnya berdasarkan pada Pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila mengandung lima sila yang merupakan asas legalitas, demokrasi, dan moral religius bagi bangsa Indonesia. Pancasila juga mengandung nilai-nilai universal seperti kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, dan ketuhanan. Pancasila seharusnya menjadi landasan bagi semua kebijakan dan tindakan politik di Indonesia.
Namun, kenyataannya banyak
pemimpin dan rakyat yang melanggar etika politik yang seharusnya sesuai dengan
Pancasila. Banyak pemimpin yang korupsi, yaitu tindakan menyalahgunakan
kekuasaan atau jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan
cara-cara yang tidak sah. Banyak pemimpin yang nepotis, yaitu tindakan
memberikan perlakuan khusus atau keuntungan kepada keluarga atau kerabat tanpa
mempertimbangkan kualifikasi atau kompetensi. Banyak pemimpin yang kolusi,
yaitu tindakan bersekongkol dengan pihak lain untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan cara-cara yang tidak sah. Banyak pemimpin yang
menyalahgunakan kekuasaan, yaitu tindakan menggunakan wewenang atau sumber daya
negara untuk tujuan-tujuan yang tidak sesuai dengan hukum atau norma. Banyak
pemimpin yang tidak peduli dengan kepentingan rakyat, yaitu tindakan
mengabaikan atau mengorbankan hak-hak dan kesejahteraan rakyat demi kepentingan
pribadi atau golongan.
Banyak rakyat yang apatis, yaitu
sikap tidak peduli atau tidak berpartisipasi dalam urusan-urusan politik yang menyangkut
kepentingan bersama. Banyak rakyat yang pragmatis, yaitu sikap hanya
mementingkan keuntungan materiil atau jangka pendek tanpa memperhatikan
nilai-nilai moral atau jangka panjang. Banyak rakyat yang intoleran, yaitu
sikap tidak menghormati atau tidak menghargai perbedaan-perbedaan agama, suku,
ras, budaya, bahasa, dan lain-lain. Banyak rakyat yang mudah terprovokasi oleh
isu-isu politik yang tidak berdasar, yaitu sikap mudah terpengaruh atau
terhasut oleh informasi-informasi palsu atau fitnah yang bertujuan untuk
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Semua perilaku-perilaku tersebut
dapat menurunkan kualitas demokrasi, merusak citra pemerintahan, melemahkan
hukum dan keadilan, menghambat pembangunan dan kemajuan, menimbulkan konflik
dan ketidakstabilan sosial, serta mengancam kedaulatan dan integritas negara.
Dinasti Politik Menurunkan
Kualitas Pemimpin dan Masyarakat
Dinasti politik juga berdampak
negatif pada kualitas pemimpin dan masyarakat di Indonesia. Dinasti politik
menurunkan kualitas pemimpin karena calon-calon dari dinasti politik biasanya
kurang memiliki kompetensi, pengalaman, dan visi yang dibutuhkan untuk memimpin
daerah. Dinasti politik membuat pemimpin-pemimpin yang terpilih hanya
mementingkan kepentingan keluarga atau kerabatnya, tanpa memperhatikan aspirasi
dan kebutuhan rakyat. Dinasti politik membuat pemimpin-pemimpin yang terpilih
tidak bertanggung jawab atas tugas dan amanahnya, melainkan hanya mengejar
kekuasaan dan kekayaan. Calon-calon dari dinasti politik juga cenderung lebih
korup, nepotis, dan kolusi, karena mereka merasa memiliki kekebalan hukum atau
perlindungan dari keluarga atau kerabatnya yang berkuasa.
Dinasti politik juga menurunkan
kualitas masyarakat di Indonesia. Dinasti politik menurunkan kualitas masyarakat
karena sikap dan perilaku masyarakat terhadap dinasti politik di Indonesia itu
bermacam-macam. Masyarakat yang setuju dengan dinasti politik karena menganggap
hal tersebut sebagai bentuk loyalitas atau penghargaan kepada keluarga atau
kerabat pejabat negeri. Sedangkan masyarakat yang tidak setuju dengan dinasti
politik, menganggap hal tersebut sebagai bentuk ketidakadilan atau
penyalahgunaan kekuasaan. Ada pula masyarakat yang cuek dengan dinasti politik
karena tidak memiliki kesadaran atau keterlibatan politik yang tinggi. Dinasti
politik membuat masyarakat menjadi apatis, pragmatis, dan tidak kritis dalam
berpolitik. Dinasti politik membuat masyarakat menjadi mudah terpengaruh oleh
uang, popularitas, dan propaganda dalam memilih pemimpin. Dinasti politik
membuat masyarakat menjadi tidak peduli dengan nasib bangsa dan negara,
melainkan hanya mengurus diri sendiri.
Dinasti politik merupakan suatu
ancaman bagi demokrasi, hukum, dan keadilan di Indonesia. Dinasti politik dapat
menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik, seperti: korupsi,
nepotisme, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, ketimpangan, kemiskinan, konflik,
disintegrasi, dan lain-lain. Dinasti politik harus dihentikan dan dihapuskan
dari sistem politik di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada upaya-upaya untuk
mencegah dan mengatasi dinasti politik di Indonesia, seperti:
1)
Mengubah aturan pemilihan kepala daerah agar
lebih demokratis dan transparan, yaitu dengan menurunkan ambang batas
pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen di tingkat DPRD, sehingga
partai-partai politik bisa lebih mudah mengusung calon-calon alternatif yang
bukan berasal dari dinasti politik.
2)
Mengawasi kinerja pemimpin-pemimpin yang
terpilih agar tidak menyalahgunakan kekuasaan atau jabatannya, yaitu dengan
memberdayakan lembaga-lembaga penegak hukum, seperti KPK, kepolisian, dan
kejaksaan, untuk menindak tegas para pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
berasal dari dinasti politik.
3)
Memberikan sanksi hukum bagi para pelaku dinasti
politik yang melanggar hukum atau norma, yaitu dengan mencabut hak politik bagi
para pemimpin atau mantan pemimpin yang terbukti melakukan tindak pidana
korupsi atau pelanggaran lainnya.
4)
Meningkatkan pendidikan politik dan moral bagi
seluruh warga negara, yaitu dengan menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi
tentang nilai-nilai Pancasila, demokrasi, dan etika politik kepada masyarakat,
khususnya generasi muda.
5)
Membangun budaya politik yang bersih dan
beradab, yaitu dengan menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab politik kepada
masyarakat, khususnya pemilih, untuk memilih pemimpin-pemimpin yang
berkualitas, kompeten, integritas, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
6)
Meningkatkan partisipasi dan kontrol sosial dari
masyarakat, yaitu dengan mendorong masyarakat untuk aktif berperan dalam proses
politik, baik sebagai calon pemimpin maupun sebagai pengawas pemimpin.
REFERENSI
BBC News Indonesia. (2020, September 23). Politik dinasti: Bagaimana
fenomena ini terjadi di Indonesia?
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cx0lz9n5d79o
Beritasatu.com. (2019, September 23). ICW paparkan tiga cara mencegah
dinasti politik.
https://www.beritasatu.com/nasional/408214/icw-paparkan-tiga-cara-mencegah-dinasti-politik
Detik.com. (2021, Juni 1). 25 contoh perilaku yang melanggar nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5731664/25-contoh-perilaku-yang-melanggar-ni
lai-pancasila-dalam-kehidupan-sehari-hari
DW. (2020, Juli 23). Hitam dan putih praktik politik dinasti di
Indonesia. https://www.dw.com/id/hitam-dan-putih-praktik-politik-dinasti-di-indonesia/a-54418086
GuruPendidikan.co.id. (2019, November 19). Pancasila sebagai etika
politik. https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-etika-politik/
Kompas.com. (2020, November 3). Upaya mengatasi ancaman integrasi
nasional di berbagai bidang.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/03/182859369/upaya-mengatasi-ancaman-i
ntegrasi-nasional-di-berbagai-bidang
Kompas.com. (2022, Agustus 27). Fenomena dinasti politik di Indonesia.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/27/100730765/fenomena-dinasti-politik-di-indonesia
Kompas.com. (2022, April 1). Pancasila sebagai sumber etika politik.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/01/04000051/pancasila-sebagai-sumber-etika-politik
Kompas.com. (2022, Maret 24). Kasus-kasus pelanggaran Pancasila.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/24/01450091/kasus-kasus-pelanggaran-pancasila
Kompas.com. (2023, Januari 30). Sekjen PDIP Hasto jelaskan soal
politik dinasti, ini katanya. https://regional.kompas.com/read/2023/01/30/141501878/sekjen-pdi-p-hasto-jelaskan-soal-politik-dinasti-ini-katanya
Kompas.com. (2023, Juni 28). Politikus PDIP: Dinasti politik itu bukan
dari periodisasi jabatan ketum.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/28/06033201/politikus-pdi-p-dinasti-politik-it
u-bukan-dari-periodisasi-jabatan-ketum
Law & Justice. (2021, April 20). Realita politik dinasti dan
kualitas pemimpin.
https://law-justice.co/artikel/107175/realita-politik-dinasti-dan-kualitas-pemimpin/
Republika.co.id. (2020, September 23). Ini cara cegah terjadinya
dinasti politik di Pilkada.
https://republika.co.id/berita/qi8wy3354/ini-cara-cegah-terjadinya-dinasti-politik-di-pilkada
Saputra, A. (2018). Dinasti politik dalam perspektif hukum Islam dan
hukum positif di Indonesia (Studi kasus dinasti politik di Kabupaten
Pandeglang) (Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41886/1/ANWAR%20SAPUT
RA-FSH.pdf
Sari, N. P., & Fauzi, A. (2019). Dinasti politik dalam sistem
demokrasi di Indonesia. Ittihad: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, 22(2),
1-14. https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/view/1596
Sindonews.com. (2021, April 20). Politik dinasti dan kualitas
pemimpin. https://nasional.sindonews.com/read/403118/18/politik-dinasti-dan-kualitas-pemimpin-1618916686
Wawasan Kebangsaan. (2019, Oktober 29). Pancasila sebagai etika
politik. https://wawasankebangsaan.id/pancasila-sebagai-etika-politik/
Tidak ada komentar: