Dilema pemuda : Ketika Idealisme (pun) Luntur

06.39
Oleh : Qory Hani Rifati
Pemuda merupakan tonggak dari sebuah peradaban. Yang mana selalu menjadi harapan dalam setiap kemajuan serta menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan ide. Pemuda juga merupakan individu yang memiliki karakter dinamis, artinya bisa memiliki karakter yang bergejolak, optimis, dan belum mampu mengendalikan  emosi yang stabil (Mulyana, 2011).
Menurut Imam Hasan Al-Banna dalam tulisannya yang berjudul _"kepada para pemuda dan secara khusus kepada para mahasiswa"_, pemuda itu merupakan pilar kebangkitan, dan dalam setiap kebangkitan pemuda menjadi rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Beliau juga memaparkan setidaknya ada 4 hal yang menjadi karakter pada diri seorang pemuda. Yaitu, *nurani yang menyala*, *keikhlasan*, *semangat yang menggelora*, serta *kemauan yang kuat*. Maka tidak dielakkan lagi jika masa muda adalah masa dimana jiwanya dihinggapi rasa semangat yang membara dan idealisme yang sangat mahal harganya.
Sayangnya, hari ini (cukup) sedikit pemuda yang sadar akan peranannya. Sebagian dari mereka terkesan acuh terhadap masalah-masalah sosial, bahkan yang ada di lingkungannya sendiri. Mereka cenderung lebih senang bermain-main dan berhura-hura serta lebih mementingkan pembelaan terhadap apa yang menguntungkan dan lebih banyak mengabaikan apa yang merugikan bagi diri mereka sendiri. Singkatnya merekalah yang terkadang lebih banyak mengedepankan realisme.
Ketika pemuda-pemuda zaman dahulu lebih berpikir secara rasional dan jauh kedepan, dalam artian yaitu mereka tidak asal dalam bertindak maupun melakukan sesuatu, tetapi mereka merumuskannya secara matang dan memikirkan kembali dengan melihat dampak-dampak yang akan terjadi. Seperti halnya pada peristiwa sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu peristiwa rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, pemuda lah yang menginisiasi penculikan Soekarno-Hatta untuk mendesak pembacaan proklamasi dengan segera tanpa harus bertumpu pada iming-iming _hadiah_ yang dijanjikan Jepang. Yang karena itu akhirnya Indonesia dapat merdeka dengan seutuh-utuhnya kemerdekaan. Bukan karena hadiah iba dari sekutu.
Peristiwa ini pun juga menggambarkan, bagaimana dulu seorang pemuda berkorban demi bangsanya, demi banyak orang, menuangkan ide-idenya untuk kemajuan bangsanya, bagaimana ia dengan cermat berpikir jauh kedepan. Kalau saja hari itu pemuda tak menculik Soekarno dan Hatta mungkin hingga hari ini Indonesia masih punya hutang budi dengan Jepang.
Lalu, bagaimana dengan pemuda saat ini? Apakah telah habis idealisme sebagian pemuda di negeri ini?
Saat sebagian dari mereka berapi-api menyuarakan kebenaran dan mematikan kezhaliman, sebagian lainnya hanya bungkam, diam seribu bahasa. Bahkan terkadang ada yang _nyinyir_ seakan mengutuk sebuah pergerakan. Sungguh mereka pasti tau bahwa ada hal yang harus diperjuangkan. Namun lagi-lagi, apakah ini merupakan sebuah degradasi idealisme?
Padahal Anis Matta pernah menuliskan dalam bukunya yang berjudul _"gelombang ketiga"_ bahwasannya hari ini kita tengah menyaksikan lahirnya generasi _'negative democracy'_, yaitu mereka yang lahir pada era 90-an yang mana mereka lahir ketika demokrasi ini tumbuh dan mulai menguasai fitur-fitur demokrasi yang rumit.
Dalam konteks ideologi, Corfe menyebut bahwa merekalah middle-middle majority. Sebuah generasi yang percaya diri untuk menyuarakan isu-isu secara objektif dan berani. Kebajikan yang paling utama bagi mereka adalah keadilan sosial, kesempatan yg samadan kesetaraan.
Namun nampaknya hari ini masih banyak pemuda yang belum bangun dari tidur panjangnya, masih terlalu banyak pemuda yang asik menikmati dunianya. Dan masih banyak pemuda yang terbungkam dengan kepasifannya.
Idealisme dan realisme pun akan menjadi dua hal yang terlalu mambuat dilema para pemuda. Hingga pada hari ini  pergerakan kita belum satu. Bukan idealisme yang luntur, tapi realisme yang mungkin terlalu banyak menguasai diri kita sehingga idealisme seakan tergadai..
Sungguh, panjang jalan pergerakan, panjang pula nafas perjuangan. Bergerak atau diam adalah pilihan. Sama halnya dengan memilih bertahan atau pergi meninggalkan..
Waalahu a'lam
#RedsMenulis
#RedSoldierJaya
#TotalitasTanpaBatas
©Red Soldier 2017

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.