Cawe- Cawe Pilpres ala Jokowi
Khaedar Ali
Pengertian Cawe-Cawe
Belakangan ini penggunaaan kata-kata “cawe-cawe” dalam ucapan dan
keterangan makin luas dan banyak digunakan dalam perpolitikan akhir-akhir
ini. Sehingga membuat kita kadang tidak tau maksud dari kata-kata tersebut.
Arti kata cawe-cawe dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
ca.we-ca.we [Jawa] ikut membantu mengerjakan (membereskan,
merampungkan); ikut menangani. Kata cawe-cawe berasal dari bahasa Jawa,
cawe-cawe dalam bahasa Indonesia adalah ikut campur atau turun tangan.
Kronologi Cawe-Cawe Pilpres ala Jokowi
Sabtu (8/April/2023)
Zulhas berkunjung ke rumah Ketua Umum partai Gerindra Prabowo Subianto
di Kartanegara, Kebayoran Baru. Ketua Umum Partai Amanat Nasional
Zulkifli Hasan mengatakan bahwa koalisi besar di Pilpres 2024 akan di bawah
orkestra komando Presiden Joko Widodo.
Rabu (26/April/2023)
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Menteri Perdagangan
(Mendag) Zulkifli Hasan bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan,
Jakarta. Zulhas menyampaikan presiden Joko Widodo akan mengajak para
ketua umum partai politik koalisi pendukung pemerintah untuk bertemu dalam
waktu dekat. Pertemuan tersebut dalam rangka membahas perkembangan
situasi politik saat ini.
Selasa (2/Mei/2023)
Presiden Joko Widodo mengundang enam ketua umum partai politik ke
Istana Merdeka, Jokowi mengundang ketum parpol parlemen pendukung
pemerintah dalam rangka agenda silaturahmi Lebaran.Turut hadir enam ketua
umum parpol, yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua
Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto,
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PKB Abdul
Muhaimin Iskandar, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhamad
Mardiono. Namun demikian, setelah pertemuan, para ketum mengaku hanya
membahas isu-isu ekonomi. Perihal calon presiden dan wakil presiden dalam
Pilpres 2024 tidak dibahas. Namun para pengamat politik menilai ada yang
janggal dari pertemuan tersebut mengingat tidak adanya Partai Nasdem
dalam pertemuan itu padahal Nasdem merupakan partai yang mendukung
pemerintah juga.
Kontroversi Pertemuan Parpol di Istana
Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara soal absennya Partai Nasdem
dalam pertemuan enam ketua umum (ketum) parpol dengan dirinya di Istana
Merdeka, Jakarta, pada Selasa (2/5/2023). Jokowi mengungkapkan, dirinya
tidak mengundang Nasdem ke pertemuan itu.
Mendengar pernyataan Jokowi, para jurnalis lantas menanyakan
penyebabnya. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menegaskan harus
bicara apa adanya, bahwa Nasdem sudah memiliki koalisi sendiri untuk
menghadapi Pemilu 2024. Di sisi lain, enam parpol lain juga ingin membentuk
koalisi lain untuk hal yang sama.
"Nasdem itu, ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi
sendiri. Dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin
membangun kerja sama politik yang lain," jelas Jokowi.
Jokowi menilai, enam parpol koalisi pendukung pemerintah tentu memiliki
strategi besar untuk persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sehingga,
sebagai parpol yang telah memiliki koalisi sendiri, lanjut Jokowi, tidak pas jika
Nasdem mengetahui strategi koalisi lain.
"Mestinya ini kan memiliki strategi besarnya apa, ya masa yang di sini tahu
strateginya. Kan mestinya endak seperti itu," paparnya. Kendati peta koalisi
sudah berubah, tetapi Jokowi menegaskan kondisi itu biasa terjadi dalam
dunia politik.
Selanjutnya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memahami kondisi
partanya yang tak diundang dalam pertemuan para Ketum partai politik
(parpol) koalisi pemerintah. Ia menilai NasDem dianggap sudah tidak sejalan
dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya bisa pahami itu pasti Pak Jokowi menempatkan positioning beliau
barangkali sebagai pemimpin koalisi partai-partai pemerintahan ya dan beliau
tidak menganggap lagi NasDem ini di dalam koalisi pemerintahan, untuk
sementara," kata Surya Paloh di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat
(5/5).
Surya Paloh menganggap santai soal pertemuan dengan Kepala Negara itu.
Namun, NasDem tetap berkomitmen mengawal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
Amin sampai akhir masa jabatan. Pengamat politik dan akademis Universitas
Al Azhar Ujang Komarudin menjelaskan hal tersebut terlihat dari tidak
diundangnya NasDem oleh Jokowi ke acara silaturahmi Lebaran bersama
partai politik (parpol) pendukung pemerintah.
“Ya saya melihatnya NasDem sudah tidak dianggap lagi. NasDem sudah
bukan menjadi koalisi pemerintahan Jokowi lagi karena tidak diundang itu
pernyataan yang keras dan tegas dari Jokowi walaupun NasDem masih
mengisi kursi kabinet di pemerintahan Jokowi," ujar Ujang.
Tidak diundangnya NasDem oleh Jokowi mempertegas keretakan hubungan
antara Jokowi dengan NasDem. Ujang menilai hal tersebut disebabkan
lantara pilihan politik NasDem yang mendukung Anies Baswedan sebagai
calon presiden (capres) 2024. “Belum lagi pernyataan Jokowi bahwa
NasDem bukan bagian dari koalisi menandakan bahwa NasDem sudah tidak
dianggap lagi dalam pemerintahan Jokowi,” jelasnya.
Kalau alasannya berkoalisi baru dengan PKS dan Demokrat, partai lain juga
sudah berkoalisi. Artinya Golkar dengan PAN sudah berkoalisi, lalu ada juga
Gerindra dan PKB sudah berkoalisi.“Mungkin tidak diundang karena NasDem
sudah tidak satu barisan lagi dengan kelompok Jokowi. Artinya NasDem
berkoalisi dengan pihak oposisi yaitu Demokrat dan PKS. Selain itu juga
mengusung Anies yang tidak disukai rezim saat ini,” ujarnya. Ujang menilai
sikap Jokowi tersebut sedikit aneh. Sebagai kepala negara tidak semestinya
Presiden membangun sekat antara pendukung dan oposisi. Apalagi NasDem
merupakan salah satu partai yang sudah sangat dekat dan loyal mendukung
Jokowi sejak 2014.
“Mestinya merangkul bukan memukul, mestinya bersatu bukan berseteru.
Jokowi harusnya membebaskan saja NasDem untuk mendukung siapapun.
Tapi itulah politik ketika beda kepentingan, beda dukungan,” ujar Ujang
Komarudin
Landasan Hukum dan Etika Politik Jokowi di Pertanyakan?
“Saya itu pejabat publik sekaligus pejabat politik",
Demikian jawaban Presiden Jokowi ketika disoal cawe-cawenya dalam
mengurusi koalisi dan kontestasi Pilpres 2024 (Kamis, 4 Mei 2023). Karena
juga sebagai politisi, maka Presiden Jokowi merasa berhak dan wajar ikut
dalam berpolitik praktis, dan merasa tidak ada aturan konstitusi yang
dilanggar. Jawaban Presiden itu seolah-olah benar. Namun, jika dikuliti lebih
jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral
dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran
konstitusi, ketika ikut turut campur dalam soal Pilpres 2024.
Presiden Jokowi harus menjunjung tinggi etika berpolitik dan melaksanakan
perintah konstitusi untuk menjadi wasit yang netral dalam pemilu. Perlu
dicatat, etika tidak bisa dipisahkan dari hukum. Pelanggaran etika adalah juga
pelanggaran hukum. Etika adalah pondasi dasar hukum. Ronald Dworkin
mengatakan, “Moral principle is the foundation of law”. Presiden yang tidak
mengerti etika berpolitik, etika bernegara, etika berkonstitusi, seharusnya
tidak layak menjadi pemimpin bangsa. Tanpa memahami dan melaksanakan
etika berpolitik kepresidenan, siapapun tidak layak menjadi Presiden Republik
Indonesia.
Presiden Jokowi juga menunjukkan bahasa tubuh, baru akan “diam” ketika
sudah ada penetapan KPU terkait paslon capres-cawapres. Seakan-akan
etika netralitas Presiden baru dimulai ketika paslon sudah terdaftar resmi di
KPU. Artinya, Presiden Jokowi secara sadar mengakui ikut cawe-cawe,
mengaku ikut campur, dan belum diam, karena belum ada penetapan KPU
soal pasangan capres-cawapres 2024.
Presiden harus lebih rajin membaca. Tahapan Pemilu 2024, termasuk Pilpres
2024 sudah lama dimulai. Pasal 167 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Tahun 2024 menegaskan, tahapan pemilu sudah wajib
dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Artinya tahapan Pilpres 2024 secara hukum sudah dimulai sejak tanggal 14
Juni 2022.
Otak - Atik Jokowi dalam Pemilu 2024
- Jokowi Endors Capres Tertentu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menebar kode dukungan di
Pemilu 2024. Setelah kepada Prabowo Subianto. Kini kembali sinyal
itu diberikan kepada Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo. Jokowi
sempat memberikan kode capres yang pantas dengan sebutan 'rambut
putih’. Hal ini disebut identik dengan penampilan Ganjar.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri
Amsari menjelaskan, jika secara prinsip tata negara apa yang
dilakukan Presiden Jokowi untuk mendukung kandidat capres tidaklah
salah.
"Pada prinsipnya tentu saja tidak dilarang ya presiden untuk
mendukung siapapun calon pilihannya," kata Feri Amsari.
Namun, dia mengkritik atas manuver politik Jokowi jelang Pilpres 2024.
Karena hal itu dianggap kontradiktif dan malah akan membuat pemilu
nantinya tidak berjalan kondusif, lantaran adanya pandangan
keberpihakan. Nah kalau presiden terlibat di dalam dukung mendukung
tentu saja pihak yang lain akan melihat presiden tidak konsisten
dengan pernyataannya untuk memelihara kondusifitas
penyelenggaraan. Beberapa kali Jokowi melontarkan kalimat
dukungan kepada para kandidat capres mulai dari Prabowo hingga
Ganjar.
"Mohon maaf Pak Prabowo (senyum). Kelihatannya setelah ini
jatahnya Pak Prabowo," saat hadir di HUT HUT Perindo di Jakarta,
Senin 7 November 2022. Hingga Kode Jokowi soal pemimpin
berambut putih itu banyak dikaitkan dengan dukungan kepada Ganjar
sebagai calon presiden 2024. Diketahui, politikus PDI Perjuangan itu
memiliki rambut putih.
"Kedua, presiden juga terlihat tidak konsisten ya. Misalnya beberapa
minggu lalu mendukung Prabowo, hari ini memperlihatkan dukungan
ke Ganjar. Nah ini bahkan, melihatkan ada nuansa presiden sedang
bermain-nain kepada calon yang ada," ujarnya.
"Padahal semestinya presiden menunjukan sikap bijaksana sebagai
pimpinan negarawan gitu ya. Tidak menunjukan dukungan yang
bernuansa konyol dan malah terkesan mengolok-olok calon presiden,"
tambah Feri.
- Terbitkan Perppu Nomer Urut Pemilu Sesuai Saran Megawati
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu. Salah satu
pasal di dalamnya mengubah ketentuan nomor urut partai politik
peserta pemilu, persis seperti yang diinginkan oleh Ketua Umum PDI
Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sebelumnya.
Dalam beleid yang diteken Jokowi pada Senin (12/12/2022) itu,
Pemerintah mengubah isi Pasal 179 UU Pemilu. Poin 3 pada Pasal
179 awalnya berbunyi seperti ini:
"Penetapan nomor urut partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan
secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri
wakil partai politik peserta pemilu.”
Kemudian diganti menjadi seperti ini: "Partai politik yang telah
memenuhi ketentuan ambang batas perolehan suara secara nasional
untuk Pemilu anggota DPR pada tahun 2019 dan telah ditetapkan
sebagai Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
menggunakan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu yang sama
pada Pemilu tahun 2019 atau mengikuti penetapan nomor urut Partai
Politik Peserta Pemilu yang dilakukan secara undi dalam sidang pleno
KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu."
Dengan pengubahan isi pasal tersebut, berarti pengundian nomor urut
tidak lagi untuk semua partai peserta pemilu. Bahkan, partai parlemen,
termasuk PDIP, diberikan kebebasan untuk menentukan nomor
urutnya dalam gelaran Pemilu 2024. Partai parlemen bisa
menggunakan nomor urut yang didapat dalam Pemilu 2019. Jika tidak
ingin menggunakan nomor urut lamanya, partai parlemen juga
diberikan kesempatan untuk mendapatkan nomor urut baru lewat
pengundian di KPU. Adapun partai non-parlemen dan partai baru
hanya punya satu pilihan, yakni mengikuti pengundian nomor
urut.Khusus bagi PDI-P, nomor urut 3 tidak hanya berarti
menggunakan nomor urut lama, tapi juga sejalan dengan narasi
kampanye partai tersebut sejak era Orde Baru. PDIP diketahui punya
Salam Metal (Merah Total) berupa tiga jari mengacung. Salam tersebut
pertama kali muncul pada Pemilu 1987.
Tak heran, wacana mengubah ketentuan nomor urut ini pertama kali
keluar dari mulut Megawati. "Jadi dari pihak PDIP, kami mengusulkan
kepada KPU untuk melihat kembali, tapi pengalaman dua kali pemilu
sebenarnya yang namanya tanda gambar itu, nomor itu sebenarnya
saya katakan kepada bapak presiden dan ketua KPU dan Bawaslu
bahwa itu terlalu menjadi beban pagi partai,” kata Megawati, di Seoul,
Korea Selatan, Jumat (16/9/2022).
Sejumlah pengamat juga mengkritik keras cara pemerintah mengubah
ketentuan nomor urut lewat Perppu Pemilu. Sebab, dasar penerbitan
Perppu adalah jika ada kebuntuan hukum yang bersifat darurat.
Sedangkan pengubahan ketentuan nomor urut dinilai tidak mendesak.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Lucius Karus tak sepakat dengan usul dari Ketua Umum PDIP
Megawati Soekarnoputri tentang tak mengubah nomor urut partai
politik dalam pemilu.Lucius menilai usulan itu akan menimbulkan
ketidakadilan. Dia menyebut partai-partai lama akan mendapat banyak
keistimewaan dari aturan itu. Aturan itu akan memudahkan partai lama
untuk menarik perhatian publik. Mereka tak perlu repot-repot
mempromosikan nomor urut ke masyarakat. Sementara itu, partai baru
tetap berjuang dari nol untuk memperkenalkan nomor urut mereka.
Menurutnya, hal itu akan berpengaruh pada perolehan suara.
"Prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu itu jadi sulit dijelaskan jika
keistimewaan-keistimewaan untuk sebagian peserta diberikan dan
yang lainnya tidak," ujarnya.
- Kumpulkan Koalisi Pemerintah di Istana atau Posko Pemenangan?
Kesakralan Istana mulai dipertanyakan, khususnya di era
pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Terlebih, usai pertemuan Jokowi
dengan enam ketua umum parpol pendukung pemerintah di Istana.
Dalam pertemuan itu, hanya Partai NasDem yang tak diundang,
kendati masih menjadi bagian dari pemerintahan. Sebagian pihak
membaca Istana kini seperti posko pemenangan pemilu. Seperti yang
dicuitkan politikus Demokrat Hasbil Mustaqim Lubis. Ia menilai Jokowi
terlalu ikut campur soal urusan calon presiden dan calon wakil
presiden (capres-cawapres) saat mengumpulkan enam ketua umum
partai politik di Istana Negara, Selasa, 2 Mei 2023.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai sikap
Jokowi sedikit aneh. Sebagai kepala negara, kata dia, Jokowi
seharusnya tak membangun sekat antara pendukung dan oposisi.
Apalagi, NasDem merupakan salah satu partai yang sudah sangat
dekat dan loyal mendukung Jokowi sejak 2014.
"Mestinya merangkul bukan memukul, mestinya bersatu bukan
berseteru. Jokowi harusnya membebaskan saja NasDem untuk
mendukung siapa pun. Tapi itulah politik ketika beda kepentingan,
beda dukungan," ungkap Ujang.
Jokowi mengumpulkan ketum partai politik pendukung pemerintah di
Istana, Selasa, 2 Mei 2023. Pertemuan dihadiri enam ketua umum
parpol pendukung pemerintah, yakni PDI Perjuangan, Golkar,
Gerindra, PKB, PPP, dan PAN.
Moedrick Sangidu, mantan fungsionaris PPP di Solo, Jawa Tengah,
dan seorang aktivis pendiri Mega Bintang mengirimkan surat terbuka
kepada Presiden Jokowi, Selasa, (09/05/2023). Dalam surat tersebut
Moedrick minta Jokowi berdiri di atas semua golongan dan mendorong
pemilu yang adil. Moedrick bahkan meminta Jokowi "legawa" tidak
membiarkan Istana Presiden dijadikan Posko Pemenangan salah satu
capres.
Moedrick menilai ada ketakutan dalam benak Jokowi ketika sudah
memasuki masa pensiun mendatang. Dirinya kemudian menyarankan
agar Jokowi tidak memiliki rasa takut saat masa pensiun. "Selama dia
itu berdiri diatas semua golongan dan tidak mencampuri cawe- cawe
urusan capres. Beliau seorang negarawan, tenang," tandasnya.
Kritik pada peran Istana dalam mendukung koalisi dan pasangan
capres tak hanya dilakukan oleh Moedrick. Partai Demorat bersuara
paling keras pada pertemuan politik di Istana Presiden. Terbaru, Jusuf
Kalla, pendamping Jokowi dalam Pilpres 2014 juga meminta Jokowi
untuk bersikap netral dalam gelaran pemilu 2024. JK meminta Jokowi
mencontoh pendahulunya, Megawati Soekarnoputri dan Susilo
Bambang Yudhoyono.
- Gelar Musyawarah Rakyat, Bukti Jokowi Memang Tidak Netral
Kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Musyawarah
Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta Pusat dikritik. Kepala
Negara seharusnya tidak menghadiri kegiatan tersebut. Itu bisa
menciptakan ambiguitas peran presiden menjelang Pemilu 2024.
Jokowi dinilai harus menjauhkan diri dari kegiatan pencalonan
presiden. Sebab, dia masih menjadi Kepala Negara yang bekerja.
Jokowi harus mengikuti kepala daerah maupun pejabat lain jika mau
memberikan dukungan kepada pihak tertentu. Caranya, dengan
meninggalkan jabatan presiden.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bakal membisiki partai
politik soal tiga nama capres hasil musyawarah rakyat (Musra) relawan
jelang Pilpres 2024. Tiga nama itu yakni Ganjar Pranowo, Prabowo
Subianto, dan Airlangga Hartarto. Pengamat Politik dari Universitas
Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai pernyataan Jokowi itu
membuktikan presiden tidak konsisten, sebab belum lama ini Jokowi
menyatakan tak mau cawe-cawe urusan Pilpres 2024.
Menurut Pengamat Politik Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga. Alasan
pertama cawe-cawe yang dilakukan, Jokowi adalah menginginkan
presiden selanjutnya menjaga 'keselamatan' dirinya. Jamiluddin
menilai Jokowi kemungkinan berharap agar presiden setelahnya tidak
mempersoalkan dirinya di kemudian hari terkait masalah-masalah
hukum, sehingga Jokowi mencari sosok yang pro kepadanya.
Alasan kedua, Pak Jokowi mungkin ingin memastikan proyek-proyek
ambisus dia tetap dijalankan, termasuk IKN. Padahal semua tahu IKN
itu kan maunya para elite, termasuk maunya Jokowi, rakyat kalau
ditanya kan belum tentu mau Ibu Kota pindah ke sana.
Tanggapan Pengamat dan Ahli Hukum
Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Satrio menolak bahwa pertemuan
tersebut tidak patut dilakukan oleh seorang Presiden. Menurut dia, jika tidak
untuk membahas masalah negara, Istana Merdeka tidak semestinya dijadikan
tempat kongkow para ketum parpol
"Kalau tidak membahas masalah negara,
gak boleh. Ini bukan tentang etis gak etis, ini tentang patut gak patut. Dan
harusnya presiden, bisa menjawab itu etika kepatutan," kata Pria yang akrab
disapa Hensat, Rabu (3/5/2023). Hensat menilai, sikap yang ditunjukkan oleh
Presiden Jokowi saat mengumpulkan 6 ketum parpol koalisi pemerintahan di
Istana adalah bentuk menunjukkan keberpihakan Jokowi.
"Kalau memang
ternyata tidak patut harusnya tidak boleh dilakukan, kecuali memang presiden
mau show off bahwa ini adalah teman-teman saya yang saat ini ada dan
bersiap untuk mengawal saya," jelas Hensat. Meskipun begitu, Hensat
menegaskan bahwa komunikasi politik yang dilakukan oleh Jokowi termasuk
kurang patut dilakukan oleh kepala negara. Sebab, seorang Presiden selalu
menjadi sorotan bagi rakyatnya.
Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti soal perilaku kasak-kusuk
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pilpres 2024. Menurutnya,
kasak-kusuk tersebut terlihat dari cara Jokowi melakukan endorse koalisi dan
mengumpulkan elite partai politik di Istana Negara.
"Yang dilakukan Pak
Jokowi ini kasak kusuk untuk mengatur keadaan politik supaya dia masih
punya grip (pegangan)," ujar Rocky saat diskusi virtual bertajuk Menakar
Peluang Capres Dan Format Koalisi Parpol 2024 dalam kanal YouTube
Gelora TV
Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut Jokowi punya dua
strategi dalam mengamankan Pilpres 2024 demi mendarat aman atau soft
landing usai rampung menjabat.
"Karena ingin memastikan Beliau (Jokowi) akan mendarat secara aman dan
nyaman," ucapnya, dalam keterangan tertulis, Senin (24/4). Bentuk soft
landing-nya adalah program kerjanya dilanjutkan, termasuk pembangunan ibu
kota Nusantara (IKN); serta aman dari kasus hukum.
"Satu, proyek Ibu Kota Negara (IKN) berlanjut. Kedua, tidak ada masalah
ataupun kasus hukum yang menjerat Jokowi ataupun keluarganya," kata
Denny.
Apa strateginya? Strategi pertama, kata Denny, adalah cawe-cawe alias turut
campur dalam menentukan calon presiden di Pilpres 2024..Ia menduga
Jokowi ingin dua pasangan calon yang ikut Pilpres 2024 itu adalah orang
dekatnya. Sebab orang yang berseberangan berpotensi tak melanjutkan
warisan dan program kerja.
"Keduanya adalah all the president's men. Calon
yang diidentifikasi berseberangan dan mungkin tidak melanjutkan legacy
kepresidenannya, sebisa mungkin dieliminasi, sedari awal," ujar Denny.
Peneliti Ahli Utama BRIN Siti Zuhro menilai Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi) seharusnya tidak menunjukkan dukungannya terhadap calon
tertentu pada Pemilu 2024. Menurutnya, sikap Jokowi justru dapat menyulut kontroversi di tengah-tengah
publik kedepannya.
"Presiden seharusnya above all selama mengemban
tugasnya sebagai presiden. Tidak menunjukkan dukungan dan pilihannya
terhadap calon tertentu karena hal ini akan menyulut kontroversi dan polemik
serta perdebatan publik yang tak pernah henti, Dan presiden tidak perlu
berperan menjadi pengabsah terhadap calon presiden tertentu karena
berpotensi diskriminatif terhadap calon lainnya” ujar Siti.
Alasan Dibalik Cawe-Cawe Jokowi
Pertama, melalui endorsement, Presiden Jokowi kiranya ingin memastikan
jika penerusnya nanti akan memberikan perlindungan politik pada dirinya
ketika sudah tidak lagi menjabat. Termasuk, probabilitas turunan untuk
berusaha menjamin posisi Gibran Rakabuming Raka (anak) dan Bobby
Nasution (menantu) yang menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Wali Kota
Medan posisi dan kariernya tetap “aman” dalam politik nasional.
Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi seolah berupaya
mempertahankan modal politik atau political capital personalnya selama ini
dengan melakukan political endorsement pada beberapa kandidat bakal
capres. Tentu, untuk “bekal” saat tak lagi menjabat.
Kedua, masih berkaitan dengan poin pertama, Presiden Jokowi bukan
seorang pembuat keputusan (decision maker) di PDIP karena posisinya
sebagai kader dan presiden yang lahir dari populisme yang sifatnya
sesaat.Status nanti pasca 2024 adalah mantan presiden, posisinya yang
hanya sebagai kader partai di PDIP tampak tidak cukup kuat untuk
menandingi kekuatan pengaruh trah Soekarno maupun trah Megawati dalam
tubuh PDIP yang masih kuat. Modal politik yang hanya bersumber dari
impresi endorsement pun agaknya belum cukup untuk membuat dirinya untuk
tetap eksis dalam politik nasional.
Benarkah Jokowi dalam Posisi Lame Duck?
- Pengertian Lame Duck
Istilah 'bebek lumpuh' merupakan terjemahan dari istilah politik dalam
khazanah bahasa Inggris yakni 'lame duck'. Istilah ini merujuk pada
kondisi pemimpin yang tak lagi punya pengaruh kuat karena
penggantinya di masa mendatang sudah ada. Dalam 'American
Dictionary', 'lame duck' atau 'bebek lumpuh' adalah, "Seseorang yang
masih punya waktu untuk mengemban jabatannya selaku orang yang
terpilih secara sah meski dia tidak lagi ikut pemilihan nantinya, dengan
demikian orang tersebut menjadi tidak punya kekuasaan yang nyata."
Istilah 'bebek lumpuh' dipakai lagi oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai
Demokrat, Andi Arief. Dia menyebut Jokowi sebagai pemimpin yang memasuki fase
bebek lumpuh. Gejalanya, Jokowi terlihat berupaya menguatkan diri dengan
mengumpulkan relawan dan parpol pendukung agar posisinya tidak melemah
terhadap dirinya. Soalnya, dukungan dari parpol sudah melemah jelang 2024.
"Secara umum itu Jokowi bisa dibaca sedang memasuki fase lame duck (bebek
lumpuh). Dalam politik, biasa itu. Mencoba untuk menguatkan diri dengan cara-cara
begitu," kata Andi Arief.
Namun Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurul Arifin menyebut Presiden
Joko Widodo (Jokowi) hingga kini masih sakti. Nurul menilai kesaktian Jokowi itu
membuat istilah 'bebek lumpuh' yang sempat diutarakan politikus Partai Demokrat,
Andi Arief, tidak berlaku untuk Jokowi.
"Pak Jokowi itu menurut saya masih sangat sakti, lame duck (bebek lumpuh) istilah
itu tidak berlaku buat Pak Jokowi," kata Nurul Arifin ( Wakil Ketua Umum Partai
Golkar ) dalam Adu Perspektif dengan tajuk 'Jokowi Masih Sakti?' program kerja
sama detikcom dan Total Politik, Selasa (11/4/2023).
Nurul mengatakan popularitas dan kecintaan publik terhadap Jokowi tidak memudar
hingga kini. Dia mengakui Jokowi betul-betul sakti karena bisa mengumpulkan para
ketua umum partai politik yang bisa berjalan bersama-sama dengan Jokowi.
Sebagaimana Menurut para pengamat, lame duck yang terjadi pada jokowi saat ini
adalah ketika menteri yang ingin maju di Pilpres 2024 sekiranya tengah terbagi fokus
saat ini. Mereka tentunya sedang disibukkan dengan berbagai manuver untuk
meraup simpati masyarakat dan dilirik oleh partai politik.
Poin itu krusial. Ini adalah periode kedua alias terakhir bagi Presiden Jokowi.
Artinya, di periode ini RI-1 harus meletakkan legacy politik dan/atau pembangunan.
Pertanyaannya, bagaimana legacy dapat diletakkan jika berbagai menteri yang
merupakan pembantu Presiden fokusnya terbagi karena memikirkan Pemilu 2024?
Persoalan ini sekiranya membuat kita dapat menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi
berpotensi kuat ditinggalkan menteri-menterinya. Ini bukan dalam artian harfiah.
Melainkan ditinggalkan dalam artian para menteri tidak 100% menjadi pembantu
Presiden.
Mengacu pada potensi-potensi yang ada, mungkin dapat disimpulkan bahwa
Presiden Jokowi berpotensi menjadi lame-duck president (Presiden bebek lumpuh).
Namun, tampaknya perlu ada re-definisi atas apa yang disebut sebagai lame-duck.
Lame-duck yang sering kali satu paket dengan “kutukan periode kedua”, sebenarnya
tidak dapat dipahami sebagai berkurangnya kuasa Presiden, melainkan fenomena
ketika Presiden mulai ditinggalkan oleh benteng-bentengnya selama ini.
REFERENSI
“Benarkah 2024 Jokowi Kehilangan Segalanya?” PinterPolitik.com, 9 May 2023,
https://www.pinterpolitik.com/in-depth/benarkah-2024-jokowi-kehilangan-segal
anya/. Accessed 11 May 2023.
“Blak-blakan Jokowi soal Nasdem: Tak Diundang karena Sudah Punya Koalisi
Sendiri.” Kompas.com, 4 May 2023,
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/05/06143091/blak-blakan-jokowi-s
oal-nasdem-tak-diundang-karena-sudah-punya-koalisi. Accessed 9 May
2023.
“Bolehkah Presiden Dukung Kandidat Capres?” detikNews, 30 November 2022,
https://news.detik.com/kolom/d-6434406/bolehkah-presiden-dukung-kandidatcapres. Accessed 9 May 2023.
“Cawe-cawe Jokowi Urus Pilpres 2024 di Istana.” CNN Indonesia, 4 May 2023,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230504104712-617-945108/cawecawe-jokowi-urus-pilpres-2024-di-istana. Accessed 10 May 2023.
“Jokowi Jadi “Bebek Lumpuh”?” PinterPolitik.com, 28 November 2022,
https://www.pinterpolitik.com/infografis/jokowi-jadi-bebek-lumpuh/. Accessed 7
May 2023.
“Jokowi & Mega-Bos Parpol Bahas Ganjar-Prabowo di Pilpres?” CNBC Indonesia, 4
May 2023,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230504185129-4-434561/jokowi-meg
a-bos-parpol-bahas-ganjar-prabowo-di-pilpres. Accessed 10 May 2023.
“Jokowi Segera Bertemu Ketum Parpol Koalisi untuk Bahas Situasi Politik.”
Kompas.com, 26 April 2023,
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/26/12195771/jokowi-segera-berte
mu-ketum-parpol-koalisi-untuk-bahas-situasi-politik. Accessed 7 May 2023.
“Menggugat Etika Politik dan Netralitas Presiden Jokowi.” INTEGRITY Law Firm, 6
May 2023,
https://integritylawfirms.com/indonesia/2023/05/06/menggugat-etika-politik-da
n-netralitas-presiden-jokowi/. Accessed 10 May 2023.
“Pemerintah Diminta Tak Intervensi Penyelenggaraan Pemilu.” Media Indonesia, 1
October 2021,
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/436865/pemerintah-diminta-tak
-intervensi-penyelenggaraan-pemilu. Accessed 7 May 2023.
“Pengamat Sebut Sikap Jokowi Endorse Capres Sulut Kontroversi.” CNN Indonesia,
30 November 2022,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221129182320-617-880471/penga
mat-sebut-sikap-jokowi-endorse-capres-sulut-kontroversi. Accessed 7 May
2023.
“Soal Nomor Urut Partai, Jokowi Keluarkan Perppu Hanya untuk Penuhi Pesanan Bu
Mega?” Warta Ekonomi, 17 December 2022,
https://wartaekonomi.co.id/read467038/soal-nomor-urut-partai-jokowi-keluark
an-perppu-hanya-untuk-penuhi-pesanan-bu-mega. Accessed 7 May 2023.
“Surya Paloh Absen di Pertemuan Jokowi dan Ketum Parpol di Istana.” Nasional
tempo, 2 May 2023,
https://nasional.tempo.co/read/1721158/surya-paloh-absen-di-pertemuan-joko
wi-dan-ketum-parpol-di-istana. Accessed 7 May 2023.
“Tak Diundang Jokowi, Surya Paloh Nilai NasDem Tidak Dianggap Koalisi.” Media
Indonesia, 5 May 2023,
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/578832/tak-diundang-jokowi-su
rya-paloh-nilai-nasdem-tidak-dianggap-koalisi. Accessed 7 May 2023.
Tidak ada komentar: