Hari Pendidikan Nasional

Oleh :

Depia Febiyola

Red Soldier, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta


Sejarah Pendidikan Nasional

Sejarah Hari Pendidikan Nasional dilatarbelakangi oleh pergerakan-pergerakan yang dilakukan Ki Hajar Dewantara dan kawan seperjuangannya. Pada saat itu, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij bersama rekannya Dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.


Kritiknya yang ia tulis dengan judul Als Ik een Nederlander was (seandainya aku orang Belanda) membuat dirinya harus menerima pengasingan ke negeri Belanda. Sejak dalam pengasingan itulah ia mendalami masalah pendidikan dan pengajaran. Sepulangnya ke Tanah Air pada 1918, Ki Hajar Dewantara banyak mencurahkan perhatiannya pada sektor pendidikan. Pada 3 Juli 1922 ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama Taman Siswa.


Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 1908-1945 yang ditulis Andriyanto, berdirinya Taman Siswa tak lain untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa nasionalisme.


Semboyan Ki Hadjar Dewantara

Kutipan terkenal dari sosok Ki Hadjar Dewantara saat ini dijadikan sebagai semboyan pendidikan Indonesia, yakni "tut wuri handayani". Secara lengkap, semboyan dalam bahasa Jawa tersebut adalah "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani".

  • Ing ngarsa sung tulodo, artinya "di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik".
  • Ing madya mangun karsa, artinya "di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa atau ide".
  • Tut wuri handayani, artinya "dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan".

Peringatan Hari Pendidikan Nasional

Tanggal 2 Mei dipilih sebagai peringatan Hardiknas, sebab tanggal tersebut merupakan hari kelahiran dari pelopor pendidikan, Ki Hadjar Dewantara. Pahlawan nasional dengan nama aslinya R.M Suwardi Suryaningrat tersebut adalah pelopor pendidikan bagi kaum pribumi sejak zaman penjajahan Belanda. Dia lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta tepatnya pada 2 Mei 1889.

Ki Hajar Dewantara didapuk sebagai Pahlawan Nasional serta Bapak Pendidikan Nasional. Hal ini tak lepas dari perkembangan pendidikan Indonesia yang erat kaitannya dengan perjuangannya dalam merintis pendidikan bagi kaun pribumi di tengah kolonialisme Belanda. Sehingga sejarah Hardiknas juga menjadi sejarah bagi Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.


Permasalahan Pendidikan di Indonesia

  • Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS)

Implementasi UU sisdiknas 2003 merupakan kebijakan pemerintah yang dijadikan dasar hukum dalam sistem pendidikan Nasional, yang mana dalam UU sisdiknas tersebut secara teknis memuat tentang perintah, kebolehan, dan larangan, maka secara substansial tiga hukum tersebut berada dalam UU sisdiknas pada bagian isi yang meliputi pendahuluan, pembahaan dan penutup. Namun secara kritis, implementasi UU sisdiknas 2003 mendapat kritik dan penolakan oleh elemen masyarakat dan para elit Pendidikan. Menurut Ahmad Barizi setidaknya ada tiga penyebab kenapa kemudian undang-undang Sisdiknas 2003 menuai pro dan kontra.


1. RUU sisdiknas mengemuka kali pertama karena adanya dua versi: versi DPR (27 Mei 2003) dan versi (pemerintah 20 dan 28 Februari 2003). Adanya dua versi ini kemudian melahirkan polemik yang membawa kontroversi dan kecurigaan dimasyarakat, masyarakat menilai bahwa pembahasan RUU itu baik di DPR maupun di pemerintah sarat akan kepeentingan politik. Didalamnya dinilai mengandung sekian ambisi dan keinginan politik yang tersembunyi.

2. RUU sisdiknas dinilai oleh mereka yang kontra bahwa negara ingin mengambil alih peran keluarga secara menyeluruh dalam konteks pendidikan agama. UU pendidikan yang sejatinya perlu membangun sistem pendidikan yang membebaskan (fredom for) dipandang menjadi kerdil karena terjebak pada sentralisme yang terlalu kuat (pasal 58 ayat 2 , pasal 61 dan pasal 63).

3. RUU Sisdiknas mengesankan mengebiri dan mengkerdilkan anak didik dalam pengetahuan keagamaan, dalam pandangan mereka anak didik dinilai hanya di perkenankan mempelajari dan memahami agamanya sendiri (Barizi, 2011).


  • Kesejahteraan Tenaga Pendidik Indonesia

Dalam pasal 39 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru sebagai tenaga pendidik memiliki tugas untuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat. Saat ini Indonesia masih kekurangan guru dan pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk menggaji mereka. Solusi sementara yang diambil adalah dengan mempekerjakan guru dengan system berjangka atau yang kita kenal sebagai guru honorer. Guru honorer adalah guru yang menjadi pegawai tidak tetap disekolah, umumnya di sekolah negeri. Dengan gaji rendah banyak guru-guru yang memutar otak untuk mencari pemasukan lain sehingga membuat konsentrasi guru akan mudah terpecah, mudah lelah, dan menjadikan guru tidak professional dalam tanggung jawabnya. Hal inilah yang memengaruhi kualitas pendidikan terhadap rendahnya kesejahteraan guru/pendidik di Indonesia.


  • Permasalahan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum adalah segala sesuatu yang dijalankan, dilaksanakan, direncanakan, diajukan dan diawasi pelaksanaannya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, perkembangan siswa agar mampu ikut andil dalam masyarakat dan berguna bagi masyarakat dan masa depannya kelak. Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia.


Masalah yang paling menonjol yaitu kurikulum di Indonesia yang terlalu kompleks. Mulai dari Kurikulum berbasis kompetensi 2004 (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP), Kurikulum 2013 (K-13), dan yang terakhir yaitu Kurikulum 2021 (Kurikulum Merdeka). Pergantian kurikulum di Indonesia ini akan berdampak negatif. Bagi  siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya yang mengakibatkan siswa lebih memilih untuk mempelajari sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran.


SUMBER/REFERENSI

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.